24 Desember 2025
Beranda blog Halaman 41673

KMP Janji Tetap Kritisi Pemerintahan Jokowi-JK

Jakarta, Aktual.co — Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan Koalisi Merah Putih (KMP) memang telah berdamai. Namun, hal itu bukan berarti KMP yang merupakan gabungan Partai Politik oposisi berhenti menjadi penyeimbang dalam mengkritisi jalannya pemerintahan Jokowi-JK.
“(Kesepakatan) KMP-KIH tidak pengaruhi posisi politik KMP di luar pemerintah, yang jadi penyeimbang, kritis terhadap jalannya pemerintahan,” kata juru runding dari KMP, Idrus Marham usai acara penandatanganan kesepakatan, di Nusantara IV gedung MPR RI, Jakarta, Senin (17/11).
Dirinya juga yakin jika DPR bisa berjalan efektif. Bahkan dia berharap kerja-kerja politik DPR bisa meningkat dan produktif.
Menurut Sekjen Partai Golkar itu, mengkritisi untuk mengawal jalannya pemerintahan merupakan sikap dasar DPR RI. Meskipun, kata dia, KIH-KMP sudah masuk dalam satu kesatuan kepemimpinan DPR yang saat ini ditempati oleh KMP.
“DPR kerja dengan baik, DPR RI satu kesatuan, satu kepimpinan. Tapi peran politi bisa dinamis. KMP di luar pemerintahan, yang kawal dan kritisi jalannya pemerintah, itu prinsip dan mendasar,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang

Sudin Nakertrans Jakut Apresiasi Kekompakan Buruh dan Polisi

Jakarta, Aktual.co —Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigasi Pemerintah Kota Jakarta Utara mengapresiasi kekompakan antara buruh dan polisi setempat sehingga membuat kondisi keamanan dan ketertiban yang positif, khususnya menjelang pengumuman upah minimum provinsi.
“Kerja sama yang selama ini terjalin harus dipertahankan. Kami sangat mengapresiasi Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol M Iqbal yang menggelar silarutahim,” ujar Kepala Suku Dinas Nakertrans Jakarta Utara Mujiono di Jakarta, Senin.
Pertemuan antara polisi, buruh dan pemerintah kota, kata dia, terbukti mampu meredam dan menjaga ketertiban yang selama ini dikhawatirkan, terutama menjelang pengumuman UMP maupun kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
“Saling diskusi dan tukar pikiran menjadi alternatif terbaik karena akan muncul solusi untuk kepentingan bersama. Inilah yang diharapkan semuanya dan rutin digelar meski sedang tidak ada masalah,” katanya.
Selain itu, lanjut Mujiono, dalam waktu dekat di wilayahnya akan banyak proyek yang dilakukan pengembang sehingga banyak tenaga kerja terserap sehingga menambah kesejahteraan.
“Bekerja secara profesional akan menambah kepercayaan pengembang atau pengusaha terhadap masyarakat Jakarta Utara,” katanya.
Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Polisi M. Iqbal mengaku akan selalu mengedepankan upaya persuasif untuk menjaga gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat setempat, khususnya dengan buruh.
“Mari saling membantu walaupun berbeda profesi,” kata perwira menengah dengan pangkat tiga melati di pundak tersebut.
Pihaknya berharap aparat, buruh dan pemerintah semakin bersinergi serta bergandengan tangan dalam menghadapi isu-isu seperti kenaikan BBM dan UMP untuk menjaga wilayah Jakarta Utara yang kondusif.
Terkait pertemuan dengan buruh dan sejumlah pihak, mantan Kapolres Sidoarjo tersebut mengaku tidak boleh ditinggalkan tanpa melihat momentum atau muncul permasalahan.
“Jangan kalau ada persoalan genting semua yang terkait baru berkumpul. Kita semua sudah bagaikan keluarga besar dan mari saling bersilaturahim dengan nuansa kekeluargaan maupun kebersamaan,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Mabes Polri Korscek Pemalsuan KTP di Luar Negeri

Jakarta, Aktual.co — Mabes Polri akan mengkroscek informasi soal adanya pemalsuan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) oleh percetakan di luar negeri.
Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Ronny Sompie, Baintelkam Polri harus berkoordinasi terlebih dulu untuk mendapat data awal tentang informasi tersebut. Kemudian nantinya, lanjutnya, akan ditentukan apakah informasi tersebut bisa ditindaklanjuti.
“Saya harus tanya dulu apa yang Badan Intelijen Keamanan Polri dapatkan,” kata Ronny di Mabes Polri, Senin (17/11).
Kendari demikian, dia belum memastikan apakah yang diduga melakukan pemalsuan itu orang Indonesia atau luar negeri. Menurutnya, untuk mendapatkan informasi tersebut pihaknya harus berkoordinasi dengan pihak terkait.
“Yang jelas harus koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri juga,” ungkap Ronny lagi.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Dalam Negeri  Tjahjo Kumolo mengungkap adanya pemalsuan e-KTP oleh percetakan di luar negeri. Hanya saja, Tjahjo masih merahasiakan negara lain yang menjadi lokasi tempat pemalsuan e-KTP.
Namun, sumber penting di pemerintahan menyebut ada dua negara yang menjadi lokasi pemalsuan e-KTP. “Pencekatan e-KTP palsu dilakukan di China dan Prancis,” ujar sumber itu, Sabtu (15/11) lalu.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby

Mengidap Penyakit Kusta, Pria Ini Tewas Gantung Diri

Denpasar, Aktual.co — I Gusti Ketut Warsa (48) warga Jembrana, Bali, mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di kebun coklat sebelah rumahnya.
Diduga korban melakukan tindakan tragis ini dikarenakan penyakit kusta yang diidapnya tak kunjung sembuh.
“Dugaan kita korban murni gantung diri akibat penyakit kusta yang dideritanya,” kata Kasat Reskrim Polres Jembrana, Gusti Made Sudarma Putra, saat dihubungi wartawan, Senin (17/11).
Atas permintaan keluarga, korban langsung akan menjalani prosesi pengabenan. “Lidah korban menjulur dan keluar air mani pada kemaluan korban,” tutur Sudarma.
Korban ditemukan tewas tergantung di kebun coklat sebelah rumahnya di Banjar Palungan Batu, Desa Batuagung, Jembrana, Senin pagi pukul 06.00 WITA.
Kejadian diketahui pertama kali oleh Anak korban, Ni Gusti Ayu Kadek Kristina Asari (17). Ayu terkejut ketika melihat ayahnya sudah tergantung dengan selendang berwarna biru. 

Artikel ini ditulis oleh:

Rahim Budaya Pemimpin Pergerakan (Bagian 1)

Jakarta, Aktual.co — Untuk mudahnya, kita definisikan kebudayaan sebagai sistem nilai, sistem pengetahuan, dan sistem prilaku bersama yang dibentuk oleh sistem makna dan simbol yang menentukan cara manusia mendefinisikan dunianya (worldview). Budaya sebagai medium pembentuk makna (meaning-making medium), dalam perjuangannya untuk menyatakan diri (struggle for the real)  tidaklah terpisah melainkan berinteraksi dengan kekuatan-kekuatan sosial lainnya (ekonomi, politik), yang dengan sendirinya menjadi bagian dari perjuangan kuasa.

Dengan demikian, diskursus tentang “rahim budaya pemimpin pergerakan” mencoba membedah  “kantong-kantong” jaringan simbolik dan sistem signifikasi yang membentuk kerangka mental bagi kelahiran dan pembentukan karakter pemimpin pergerakan. Sebuah proses pembentukan kerangka mental yang penuh kontestasi dan relasi kuasa.
Setidaknya ada tiga simpul utama rahim budaya yang menjadi basis pembentukan pemimpin pergerakan. Pendidikan, praktik diskursif (discursive pratices), dan ruang publik (public sphere).

Pendidikan
Pendidikan dianggap penting bukan saja sebagai sumber legitimasi kultural bagi peran sosial seseorang, tetapi juga sebagai arena pergulatan kuasa. Pendidikan tidak hanya menjadi skemata bagi pembedaan kelas, namun juga menyediakan suatu prinsip fundamental bagi pemapanan suatu orde.

Seperti dinyatakan oleh Pierre Bourdieu, kelas yang dominan tidak menjalankan dominasi secara terang-terangan: dengan kata lain, kelas yang dominan tidak (serta-merta) menggunakan paksaan terhadap yang didominasi agar mereka bersedia memenuhi kehendaknya. Alih-alih, pengaruh dari kelas yang dominan dilembagakan dalam modal kultural dan ekonomi, yang dijalankan di seluruh lembaga-lembaga dan praktik-praktik kemasyarakatan dan terutama direproduksi oleh lembaga-lembaga dan praktik-praktik pendidikan (Bourdieu 1988: 87).

Dalam konteks inilah, pendidikan memainkan peranan yang penting dalam membangun habitus, yaitu skemata pengalaman dan persepsi yang bersifat kolektif (Bourdieu 1996: 101). Di sisi lain, Antonio Gramsci berargumen bahwa pertempuran demi melawan hegemoni niscaya membutuhkan sebuah sistem pendidikan alternatif yang memungkinkan kelas yang didominasi bisa mendapatkan akses kepada pendidikan formal (Gramsci 1971: 29-43). Sebagai tambahan terhadap Bourdieu dan Gramsci, harus dikatakan bahwa hatta dalam sebuah sistem pendidikan tertentu sekalipun, bisa saja terjadi pergulatan kuasa yang saling berkompetisi. Ini terutama berlaku dalam konteks sistem pendidikan publik, terutama yang ada di negara-negara merdeka, karena secara teoretis sistem itu terbuka bagi orang-orang dari latar sosiografis yang berbeda-beda.

Karena pendidikan merupakan arena dari pergulatan kuasa, maka pengetahuan merupakan sesuatu yang tak terpisahkan dari kuasa. Munculnya ilmu-ilmu humaniora, seperti yang dijelaskan dengan bagus oleh Foucault dalam bukunya, Discipline and Punish: The Birth of the Prisons  (1979a), telah menjadi instrumen sekaligus efek dari semakin meningkatnya intervensi-intervensi kuasa dalam kehidupan sosial.

Dalam konteks Indonesia, awal introduski sistem pendidikan modern serta pengadopsian pengetahuan Barat bisa dilihat sebagai sebuah bagian dari dominasi kolonial, dan telah menciptakan sebuah hirarki sosial berdasarkan pada hirarki pendidikan dan pengetahuan yang bersifat kolonial. Hal ini memaksa kelompok-kelompok yang tersubordinasi untuk membentuk sebuah sistem sekolah alternatif dalam upayanya untuk merevitalisasi ‘pengetahuan-pengetahuan yang tersisihkan’ (subaltern knowledges).

Dengan adanya lebih dari satu sistem pendidikan yang diperkenalkan rezim kolonial di Hindia Belanda (Indonesia), pendidikan bisa dianggap baik sebagai sesuatu yang bisa menyatukan orang-orang dalam kelompok maupun sesuatu yang bisa memecah-belah orang ke dalam berbagai kelompok.

Praktik-praktik Diskursif
Praktik-praktik diskursif (discursive practices) sebagai proses produksi, distribusi dan konsumsi teks dipandang penting sebagai sebuah medium dan instrumen dari pergulatan kuasa, perubahan sosial dan konstruksi sosial. Pergulatan kuasa berlangsung baik di dalam maupun atas wacana. ‘Wacana (discourse) mentransmisikan dan memproduksi kuasa; wacana mengokohkan kuasa, namun juga melemahkan kuasa, membuat kuasa menjadi rapuh dan memberi kemungkinan untuk merintangi kuasa’ (Foucault 1976: 101).

Maka, merubah praktik-praktik diskursif merupakan sebuah elemen penting dalam perubahan sosial. Wacana paling tidak memiliki tiga efek konstruktif. Yaitu, memberikan kontribusi bagi pembentukan ‘identitas-identitas’ sosial, bagi pembentukan ‘relasi’ sosial’ (yaitu relasi di antara orang-orang) dan bagi pembentukan ‘ideasional’ atau sistem-sistem pengetahuan dan kepercayaan sosial (Fairclough 1999: 55-56, 64-65, 78-79).

Dalam kaitan ini, kita akan melihat bagaimana pertarungan-pertarungan dari berbagai kelompok inteligensia yang berlangsung dalam dan melalui praktik-praktik diskursif dan  untuk mengamati pengaruh dari sebuah wacana dominan pada suatu kisaran historis tertentu terhadap pembentukan identitas-identitas, relasi-relasi, dan ideologi-ideologi sosial dari generasi pemimpin pergerakan. Analisis wacana (discourse analysis) dalam studi ini akan juga berusaha untuk mengidentifikasi pengaruh dari buku-buku, jurnal-jurnal, koran-koran dan terbitan-terbitan lainnya terhadap reproduksi dan reformulasi identitas-identitas, ideologi-ideologi dan tradisi-tradisi politik pemimpin pergerakan.

Ruang Publik
Ruang publik (public sphere) dipandang penting karena merupakan lokasi tempat wacana-wacana diekspresikan dan merupakan ruang tempat kegiatan-kegiatan intelektual dan politik diaktualisasikan. Istilah ruang publik di sini merujuk pada domain kehidupan sosial tempat opini publik terbentuk.

Seperti diamati oleh Jürgen Habermas (1989), pembentukan tradisi intelektual modern dalam konteks Eropa Barat merupakan bagian dari kemunculan apa yang disebutnya sebagai ‘ruang publik borjuis’ (bourgeois public sphere) sekitar abad ke-17 dan ke-18. Ruang publik ini berpusat di seputar wacana kritis mengenai karya-karya sastra dari keluarga borjuis yang berorientasi pemirsa dan berlangsung di lembaga-lembaga sosial yang baru muncul dalam ranah publik: seperti klub-klub, majalah-majalah, jurnal-jurnal, kedai-kedai kopi, salon-salon dan ruang-ruang kafe lantai atas (cenacles). Ruang publik ini merupakan sebuah tempat pertemuan bagi lingkaran-lingkaran intelektual dari masyarakat (merkantil) Eropa yang terurbankan, di mana individu-individu perseorangan berbaur ‘demi berbincang secara bebas dan setara dalam wacana yang rasional, sehingga membuat mereka menyatu menjadi sebuah kelompok yang relatif kohesif yang pertimbangan-pertimbangannya bisa menjadi suatu kekuatan politik yang tangguh’ (Eagleton 1997: 9).

Bentuk sosiabilitas baru ini, beserta dengan wacana rasional dan kritis yang tumbuh dalam lembaga-lembaga sosial yang ada dalam ruang publik, bergantung pada kumunculan kekuasaan negara-negara nasional dan teritorial yang tumbuh di atas basis perekonomian kapitalis merkantil awal. Proses ini kemudian melahirkan ide mengenai masyarakat yang terpisah dari penguasa (atau negara) dan mengenai ruang privat yang terpisah dari ruang publik (Habermas 1989: 23-6; Calhoun, 1992: 7).

Pada mulanya, ruang publik borjuis itu terdiri dari lapisan kecil masyarakat Eropa, terutama terdiri dari orang-orang terdidik dan hartawan, dimana para bangsawan (aristokrat) memainkan peran-peran utama. Mereka mengembangkan wacana secara eksklusif dengan penuh prasangka terhadap kepentingan-kepentingan dari pihak-pihak yang lain. Habermas menyebut ruang publik ini sebagai ‘ruang publik borjuis’ (bourgeois public sphere) bukan hanya semata-mata atas dasar komposisi kelas dari para anggotanya. Alih-alih, dia menyatakan bahwa munculnya sebuah masyarakat borjuis yang baru di sekitar abad ke-17 di Eropa melahirkan sebentuk ruang publiknya yang khas. Dalam perkembangan lebih jauh, ruang publik borjouis ini mengalami perluasan yang terus-menerus sehingga mencakup lebih banyak dan lebih banyak lagi partisipan (dan juga berkembang organisasi-organisasi berskala besar sebagai mediator-mediator bagi partisipasi individu). Situasi ini menyebabkan degenerasi terhadap kualitas dari wacana publik (Habermas 1989: 22-23; Calhoun 1992: 3, 7).

 Dalam ruang publik yang ideal, dalam pandangan Habermas, terjamin adanya kesetaraan serta argumen yang kritis dan rasional. Para partisipan dalam wacana publik tidak terhambat oleh ketidaksetaraan dalam kuasa atau uang. Para warga negara bisa mempengaruhi negara tanpa harus mengalami tekanan koersi dari negara. Pengaruh ini, untuk sebagian besar, bersifat informal. Pengaruh ini menjadi bersifat formal secara periodik hanya selama pemilihan umum. Namun, dalam masyarakat kontemporer, dia berpandangan bahwa ruang publik tak lagi berfungsi sebagai domain bagi debat rasional. Ruang publik liberal, meskipun mengandaikan adanya partisipasi dari semua orang, pada kenyataannya terbatas pada para hartawan. Pada abad kesembilanbelas, ruang publik itu meluas melampaui batas-batas semula sehingga mencakup pula orang-orang dari kelas buruh. Dengan tumbuhnya negara kesejahteraan (the welfare state), secara khusus, perubahan-perubahan ini akan memiliki arti bahwa ruang publik tak lagi menjadi lokasi diskusi di antara individu-individu perseorangan. Ruang publik telah menjadi daerah konflik kepentingan di antara kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi (Habermas 2000: 289-294; Nash 2000: 283-284).

Kelahiran ‘ruang publik Indonesia’ (Hindia Belanda) modern pada awal abad ke-20 menunjukkan beberapa kesamaan dan beberapa perbedaan dengan yang terjadi di Eropa. Sama halnya dengan ruang publik Eropa awal, ruang publik ‘Indonesia’ awal terdiri dari lapisan kecil penduduk Hindia Belanda, dan terutama terdiri dari orang-orang yang terdidik (dari keluarga-keluarga bangsawan dan borjuis kecil) dan para bangsawan, dimana pengaruh yang kuat dipegang oleh bangsawan lama. Generasi awal orang-orang Hindia Belanda yang berpendidikan modern juga berwacana secara eksklusif dengan penuh prasangka terhadap kepentingan-kepentingan, ide-ide, dan nilai-nilai dari kelompok-kelompok konservatif. Namun, sementara kemunculan ruang publik dalam konteks Eropa merupakan bagian organik dari kemunculan kelas borjuis (yang ber-uang), dalam konteks Hindia Belanda, kemunculan itu merupakan bagian dari kemunculan strata baru inteligensia. Jadi, lebih tepat untuk menyebut ruang publik ‘Indonesia’ (modern) yang awal sebagai ‘ruang publik inteligensia’ ketimbang sebagai ‘ruang publik borjuis’.

Lebih dari itu, sementara ruang publik awal dalam konteks Eropa terpusat di seputar wacana kritis mengenai karya-karya sastra, ruang publik awal dalam konteks ‘Indonesia’ terpusat di seputar wacana mengenai isu kemadjoean, yaitu bagaimana bisa mengejar kemajuan dari peradaban-peradaban lain, terutama peradaban Barat. Yang terakhir namun juga penting, derajat kebebasan dari ruang publik ‘Indonesia’ yang awal jauh berbeda dari hal yang sama dari ruang publik Eropa. Hal ini terjadi karena ruang publik Indonesia awal beroperasi di bawah dominasi kolonial. (Bersambung)

Oleh: Yudi Latif,  Chairman Aktual

Gelar Rapat dengan Pejabat ESDM, Rini Bahas BBM dan Listrik

Jakarta, Aktual.co — Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menggelar rapat bersama Menteri ESDM, Pejabat Pertamina dan Direktur PLN.

Rini mengatakan, selain membahas mengenai BBM subsidi, dalam rapat tersebut juga mengkaji soal penambahan kapasitas listrik, dengan mendorong proyek-proyek pembangkit listrik.

“Kita lihat banyak proyek-proyek pembangkit listrik yang sekarang tersendat, karena persoalan kontraktornya yang tidak meneruskan, ada unprestasi. Jadi saya dengan Pak Sudirman, kita memutuskan untuk didahulukan bagaimana caranya. Kita saling mendukung,” kata Rini saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (17/11).

Selain itu, Rini juga mengaku bahwa pihaknya sedang merancang sistem untuk melindungi pegawai PLN dari jeratan-jeratan hukum. Akan tetapi, Rini enggan berkomentar lebih rinci mengenai hal-hal yang diungkapkannya secara singkat itu kepada awak media.

Rini berdalih bahwa dirinya sedang terburu-buru, sebab telah ditunggu oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara untuk menggelar rapat kabinet.

“Kita ditunggu Presiden di Istana. Nanti saja yah,” kata Rini sambil berjalan masuk ke dalam mobilnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka

Berita Lain