31 Desember 2025
Beranda blog Halaman 42577

Pep: Ribery Berpeluang Bermain

Jakarta, Aktual.co — Pelatih Bayern Munich, Pep Guardiola mengungkapkan, pemainnya Franck Ribery, di ambang untuk kembali bermain. Hal ini karena, pemain Prancis itu, mengalmi cedera.

Pemain berusia 31 tahun itu, baru bermain selama 22 menit pada musim ini, karena masalah pada lututnya. Namun telah berlatih pada pekan ini. Dan Ribery berpeluang dimainkan saat melawan Werder Bremen pada Sabtu (18/10).

“Franck telah menjalani dua sesi latihan yang bagus (Kamis) kemarin dan hari ini tanpa merasa sakit pada tendonnya. Itu merupakan berita hebat bagi kami dan dia,” tutur Guardiola, dinukil AFP, Jumat (17/10).

“Terdapat satu sesi latihan terakhir pada besok hari, saat itu saya akan berbicara kepada dokter dan fisioterapis. Ia mungkin dapat mengisi tempatnya di tim,” tambahnya.

Penampilan satu-satunya Ribery di tim pertama pada musim ini terjadi saat melawan Stuttgart pada 13 September, di mana pada pertandingan itu ia mencetak gol.

Artikel ini ditulis oleh:

Memburu Minuman Keras Hingga ke Sarang Prostitusi (Bag. 2)

Kontroversi Pada pertengahan Agustus 2014 atau dua pekan sebelum masa jabatan anggota dewan periode 2009-2014 berakhir, DPRD Tulungagung akhirnya memutuskan menunda pembahasan rancangan peraturan daerah (ranperda) minuman keras, dengan alasan menunggu perkembangan rancangan Undang-undang antiminuman beralkohol yang saat ini tengah digodok DPR RI.
Keputusan itu secara aklamasi diambil oleh tujuh fraksi DPRD, dan disampaikan melalui sidang paripurna dewan yang dihadiri Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo, Wakil Bupati Maryoto Bhirowo, serta seluruh jajaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) setempat di gedung DPRD Tulungagung.
Saat itu, dari tujuh ranperda yang diajukan pemerintah daerah, hanya enam di antaranya yang disetujui sementara satu ranperda tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol ditunda dengan alasan menunggu penyusunan aturan perundangan yang lebih tinggi.
“Karena keputusan hari ini sepakat ditunda, pembahasan ranperda tentang minuman beralkohol dengan demikian kami serahkan ke anggota DPRD periode selanjutnya,” ujar Ketua DPRD Tulungagung, Supriono di akhir sidang paripurna.
Enam ranperda yang disetujui sebagai payung hukum pelaksanaan kebijakan pemerintahan daerah di Tulungagung antara lain ranperda organisasi dan perangkat daerah; perubahan BPBD; perubahan kependudukan dan catatan sipil; perubahan peraturan daerah tentang penyertaan modal di PDAM, tentang pemotongan pohon dan pemindahan taman; serta ranperda tentang pelayanan pasar.
Gayung pun bersambut. Penundaan pembahasan ranperda minuman beralkohol oleh DPRD Tulungagung rupanya justru mendapat apresiasi positif dari kalangan ormas Islam yang akhir-akhir ini gencar menolak revisi perda minuman keras tahun 2011.
“Ini langkah bagus agar tidak sampai ada distorsi antara perda minuman beralkohol yang berlaku di daerah dengan Undang-undang antiminuman keras yang kini tengah dibahas di DPR RI,” kata politisi PKNU Tulungagung, Chamim Badruzzaman.
Reaksi positif itu tak lepas dari gerakan penolakan revisi perda minuman keras/beralkohol yang dirasa tidak sejalan dengan konsep antiminuman keras yang mereka anut.
Sepekan sebelum diputuskan penundaan tersebut, belasan ormas Islam di daerah ini telah mengeluarkan petisi penolakan rancangan peraturan daerah tentang peredaran dan penjualan minuman keras oleh DPRD setempat.
Pernyataan sikap bersama itu diambil secara bulat oleh seluruh perwakilan ormas yang hadir dalam rapat konsolidasi di gedung MUI Tulungagung pada Rabu (6/8/2014).
Mereka menilai, rancangan revisi perda minuman keras yang kini tengah dibahas DPRD bertolak belakang dengan semangat perda minuman beralkohol yang telah ditetapkan sebelumnya pada pertengahan 2011.
“Rancangan yang dibuat pansus II DPRD di Malang, 11 Juli lalu justru memberi ruang bagi siapapun untuk menjual minuman beralkohol. Asal memiliki ruang untuk berjualan berukuran tertentu, dan terutama mengantongi izin bupati,” tukas Koordinator Lembaga Antiminuman Keras dan Narkoba (LAMN) Tulungagung, Nyadin.
Selain dihadiri tokoh-tokoh MUI, sejumlah pimpinan ormas Islam seperti Pengurus Daerah Muhammadyah, PCNU, GP Ansor, Pemuda Muhammadyah, LSM AMPTA, LAMN, hingga Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Tulungagung tampak hadir dalam forum tersebut.
“Sesuai keputusan ketua Pansus II DPRD pada 17 Juli yang ‘memending’ (menunda) pembahasan ranperda minuman beralkohol. Kami atas nama seluruh ormas Islam se-Tulungagung mendesak dewan agar penundaan itu tetap dilanjutkan hingga batas waktu yang tidak ditentukan,” kata Ketua MUI Tulungagung, KH Hadi Muhammad Mahfudz atau biasa disapa Gus Hadi usai rapat konsolidasi.
Belum efektif Pemerintah Kabupaten Tulungagung sebenarnya telah memiliki Perda Nomor 4 tahun 2011 yang mengatur pengendalian peredaran minuman beralokohol di daerah tersebut.
Namun, sejak ditetapkan pada akhir 2011 semasa pemerintahan Bupati Heru Tjahjono, perda ini belum pernah diterapkan secara efektif akibat pro-kontra keterlibatan LSM atau pihak non-birokrasi dalam prosedur pemberian izin edar/distribusi maupun perdagangan.
Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo mengatakan, saat ini tim pelaksana masih membahas aturan main serta persyaratan bagi pedagang ataupun pengusaha yang ingin menjadi agensi resmi minuman beralkohol, sebagaimana ketentuan yang diatur dalam perda Nomor 4/2011.
“Masalah itu masih menjadi perdebatan sehingga secara keseluruhan perda miras tersebut belum bisa direalisasikan,” jawab Syahri Mulyo menanggapi maraknya peredaran dan penjualan minuman keras secara ilegal.
Bupati Syahri saat itu tidak merinci kendala teknis maupun administrasi dimaksud, namun belakangan dia mengakui “deadlock” (buntu) dipicu oleh klausul dalam surat keputusan Bupati Tulungagung yang dikeluarkan kepala daerah sebelumnya, pada 23 Januari 2013.
Dalam SK Nomor 188.45/53/013/2013 tersebut, papar Syahri, terdapat klausul yang menyebut LSM dan ormas terkait juga melakukan pengawasan perizinan, impor, standar mutu peredaran, penjualan minuman beralkohol golongan A,B, dan C.
“Ketika ini melibatkan LSM dan ormas, kami yakin pasti izin tidak akan pernah bisa dikeluarkan,” ujarnya.
Syahri mengeluh, dirinya mendapat warisan masalah akibat SK bupati sebelumnya yang menurutnya terjadi sejumlah “kekeliruan”.
Ketika ia bersikeras mengatakan redaksi SK bupati Nomor 188.45/53/013/2013 tersebut perlu direvisi, Syahri mengatakan dirinya sudah dicap sebagai bupati yang prominuman keras/beralkohol.
“Poin masalahnya ada di tingkat perizinan yang masih terjadi kontroversi. Saya ikuti ini jelas menyalahi prosedur dan kewenangan eksekutif, tidak diikuti nanti saya pasti dicap bupati promiras (minuman keras),” keluhnya.
Bupati Syahri berharap, pihak LSM dan ormas yang selama ini getol menyuarakan gerakan antiminuman keras untuk lebih realistis dalam mengkompromikan perbedaan persepsi mengenai siapa saja yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin peredaran minuman beralkohol di Tulungagung.
“Biarkan izin itu menjadi kewenangan eksekutif. Baru kemudian tim terpadu yang terdiri dari LSM dan ormas bisa melakukan fungsi pengawasan bersama pemerintah daerah setelah ada beberapa produk yang memiliki izin distribusi atau penjualan, apakah melanggar aturan atau tidak, beredarnya dimana, produk minuman alkoholnya palsu atau tidak,” urainya memberi wacana solusi.
Syahri mengatakan masalah tersebut telah disampaikan dalam forum Sarasehan Kamtibmas bersama seluruh jajaran Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) setempat beserta puluhan perwakilan ormas, LSM dan tokoh masyarakat serta camat se-Tulungagung pada awal Oktober lalu.
“Secara nonformal, sekretaris MUI sudah sampaikan bahwa beberapa poin dalam SK Bupati sebelumnya yang dianggap menjadi penyebab mandul tersebut untuk didiskusikan dan dibenahi lagi,” tukasnya.
Terkait pro dan kontra tersebut, pihak DPRD Tulungagung memilih lepas tangan.
Beragamnya pandangan para wakil rakyat dalam menyikapi perda nomor 4/2011 menyebabkan setiap diskusi mengenai masalah ini selalu alot.
Pihak legislatif secara kelembagaan pada akhirnya memilih abstain menyikapi persoalan tersebut karena menganggap teknis pelaksanaan perda menjadi domain pemerintah daerah atau eksekutif.
“Kami sebenarnya berharap perda miras ini sudah bisa diberlakukan secara efektif, namun kayaknya perbup-nya memang belum selesai untuk pelaksanaan,” kata Supriyono.
“Persoalan pelaksanaannya sudah maksimal atau belum itu kan (domain) pelaksana teknis. Jadi nanti pak bupati menugaskan satpol pp dan jajarannya untuk menindaklanjuti,” lanjut dia.
Syahri Mulyo sendiri dalam keterangannya tidak memastikan kapan kendala di tingkatan tim pelaksana tersebut bisa diselesaikan. Ia menyampaikan, penertiban jaringan distribusi minuman keras ilegal dilakukan dengan mengacu aturan lama yang sudah ada serta aturan hukum yang lebih tinggi.
“Karena perdanya belum efektif, maka selama peredaran (minuman keras) tidak melanggar aturan lama yang sudah ada dan aturan yang lebih tinggi, maka kesempatan usaha di bidang ini memang masih terbuka,” jawabnya menanggapi pertanyaan sejumlah wartawan.
Senada, Wabup Maryoto Bhirowo menegaskan pemerintah daerah tetap konsisten mendukung pembatasan peredaran minuman beralkohol di Tulungagung. Ia juga menegaskan pembentukan timwas perda miras masih terus digodok untuk selanjutnya dituangkan melalui keputusan peraturan bupati (perbup).
“Kasus kematian yang disebabkan OD (overdosis) miras sudah terlalu banyak, kita harus melakukan pengendalian secepatnya agar generasi muda Tulungagung tidak terus berjatuhan,” ujarnya.
Terkait kasus overdosis yang masuk di RSUD dr Iskak, sebagaimana data yang dikutip Kantor Berita Antara, selama kurun Januari-April 2014 jumlah korban akibat menenggak minuman keras mengandung zat methanol mencapai belasan orang.
Jumlah itu meningkat pesat hingga mendekati angka 50 orang pada akhir Agustus, dengan beberapa di antaranya berakhir dengan kematian. Jumlah tersebut sudah mendekati angka kasus OD minuman keras pada kurun 2013 yang mencapai 75 orang lebih.
Menurut Psikolog Universitas Surabaya (Ubaya), Hartati, mengatakan aturan pembatasan minuman keras yang sedang dibahas banyak pihak dalam Perda (peraturan daerah) dirasa penting dengan harapan bisa mengurangi peredaran dan penyalahgunaannya.
Namun, aturan itu bisa jadi sia-sia jika tidak dibarengi mekanisme penegakan dan sosialisasinya. Menurut dia, bagi beberapa orang menengah ke bawah, miras menjadi kebutuhan mereka untuk bersosialisasi dan memenuhi kebutuhan emosi dalam lingkungannya.
“Intinya aturan Perda antimiras itu tidak akan berpengaruh banyak karena dari masyarakatnya sendiri juga mencari minuman keras itu,” jelasnya. Hartati berpendapat, aturan itu harus ditegakkan dari internal masyarakat sendiri.
“Sosialisasi harus diawali dari keluarga dulu, karena dengan melihat kondisi lingkungan keluarga, kita bisa melihat barometer moral setiap anggotanya,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Memburu Minuman Keras Hingga ke Sarang Prostitusi (Bag. 1)

Di tengah kontroversi revisi perda minuman keras yang urung dibahas legislatif, jajaran Kepolisian Resor Tulungagung justru kian gencar melakukan penertiban peredaran “khamar” ilegal, bahkan hingga ke sarang prostitusi yang ada di daerah tersebut.
Semua pihak yang terlibat maupun terkait dengan jaringan peredaran minuman keras di Kabupaten Tulungagung saat ini bisa jadi gundah-gulana. Bagaimana tidak, ladang bisnis mereka seakan terus diobok polisi.
Tidak hanya pengedar kelas teri, pedagang besar hingga beberapa jaringan produsen minuman keras palsu hasil oplosan alkohol berat pun ikut dibongkar petugas hingga ke akar-akarnya.
Setidaknya pemandangan itulah yang muncul di pelupuk mata masyarakat Kota Marmer, selama beberapa pekan terakhir. Bayangkan saja, tak kurang dari 3.000 botol minuman keras berhasil diamankan hanya dari tiga pedagang besar maupun produsen oplosan.
Jumlah lebih besar diyakini bakal disita polisi seiring operasi pemberantasan penyakit masyarakat yang kian gencar dilakukan Korps Bhayangkara di bawah kepemimpinan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bastoni Purnama, SIK.
Gebrakan paling menonjol ditunjukkan dengan keberhasilan mereka dalam membongkar dua “gembong” peredaran minuman keras ilegal dengan omzet cukup besar yang dikendalikan Jh dan Swt, dua pria pemilik rumah bordil di eks-Lokalisasi Kaliwungu, Kecamatan Ngunut dan Ngujang, Kecamatan Ngantru.
Jh dan Swt sempat digelandang di markas kepolisian setempat untuk menjalani serangkaian pemeriksaan.
Namun, Jh yang dikenali sebagai salah satu agen besar minuman keras di wilayah Tulungagung akhirnya dilepas karena dianggap hanya melanggar perda nomor 4 tahun 2011 tentang minuman beralkohol.
Sementara, Swt tetap ditahan karena terindikasi memproduksi minuman keras palsu berbagai merek.
Ia mengoplos alkohol murni dengan air mineral yang dimasak dan diberi pemanis rasa.
“Operasi tangkap tangan ini kami gelar dalam rangka menindaklanjuti instruksi pimpinan (kapolres) pascasosialisasi Kamtibmas (keamanan ketertiban masyarakat),” terang Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Edy Herwiyanto.
Ia lalu memaparkan kronologi operasi penggerebekan yang mereka lakukan sejak Senin (6/10/2014) sore.
Setelah mengolah berbagai laporan masyarakat, ormas dan tokoh agama dalam sarasehan Kamtibmas di Pendopo Kabupaten Tulungagung, dua regu polisi dari Satreskrim dan Sabhara Polres Tulungagung bergerak melakukan penggerebekan ke dua eks-lokalisasi di Kecamatan Ngantru dan Ngunut.
Hasilnya, di bekas kompleks tempat pelacuran Desa Ngujang, Kecamatan Ngantru polisi mendapati ribuan botol berbagai merek di salah satu gudang bekas rumah bordil milik Jh.
Sementara satu regu polisi yang bergerak ke eks-Lokalisasi Kaliwungu, Kecamatan Ngunut secara kebetulan mendapati Swt saat bersiap mengirim 15 kardus isi sekitar 180 botol minuman keras palsu ke sejumlah pelanggannya.
“Kedua tempat saat ini kami segel. Khusus untuk tersangka Swt akan kami jerat dengan pasal 137 Undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang pangan dengan hukuman maksimal lima tahun, sementara untuk Jh tidak (ditahan) karena ia hanya melanggar perda. Jh tidak mengantongi izin distribusi, kalau minuman kerasnya legal,” terang Edy.
Sumber anonim yang berprofesi sebagai salah satu pemilik kafe remang-remang mengatakan, Jh dikenal sebagai satu-satunya distributor besar aneka minuman keras di Tulungagung sejak ditetapkannya Perda nomor 4 tahun 2011 yang membatasi ruang gerak seluruh pelaku industri/perdagangan minuman beralkohol di daerah tersebut.
“Dulu ada agen besar lain yang dikendalikan pengusaha pemilik Toko Senang, sekitar Pasar Wage, namun karena izinnya habis praktis tinggal Jh ini yang masih beroperasi,” tuturnya.
Hampir bersamaan dengan penggerebekan gudang miras milik Jh, satu regu aparat kepolisian juga menangkap seorang pemilik warung miras di dalam kompleks eks-Lokalisasi Kaliwungu, Kecamatan Ngunut berinisial Swt.
Dari rumah yang dihuni pria paruh baya ini, polisi menyita 15 kardus berisi sekitar 180 botol minuan keras palsu siap edar, berikut satu kendaraan roda empat jenis Kijang LGX Nopol AG-1669-RD.
Dari operasi tangkap tangan dan pengembangan penyelidikan yang dilakukan tim serse kepolisian, terkuak fakta bahwa Swt memproduksi sendiri ratusan botol minuman keras palsu yang ia perdagangkan.
Hal itu ditandai dengan ditemukannya seperangkat peralatan untuk mengoplos alkohol murni dengan air mineral di salah satu gudang miliknya di Desa Gilang, tak jauh dari Kaliwungu.
Sebanyak 15 dos minuman keras jenis bintang kuntul yang tiap dus berisi 12 botol, tiga galon berisi alkohol, satu kompor gas, dan beberapa botol kosong mulai dari jenis vodka, whisky mansion house, dan bintang kuntul disita.
“Dia membeli semua bahan untuk membuat minuman keras palsu dari Kediri,” papar Kasat Reskrim AKP Edy Herwiyanto.
Tidak berhenti di situ, operasi penyakit masyarakat kembali digelar jajaran Kepolisian Resor Tulungagung dengan menggerebek sebuah warung yang menjual aneka makanan kecil “gorengan” milik Romelan (48) di Desa Kiping, Kecamatan Gondang, Selasa (14/10/2014).
Dari warung ini, petugas mengamankan barang bukti berupa 4 kardus jerigen berisi 30 liter ciu, 3 kardus berisi vodka kecil dan besar, 1 kardus bintang kuntul, 1 kardus mansion kecil, 4 kardus tomy stanly, 49 botol topi miring, 4 kardus botol arak, dan 1 toples ciu.
Mengacu hasil penyidikan sementara, pelaku mengaku jika selama ini menjual minuman keras jenis ciu yang memiliki kadar alkohol hingga 40 persen.
Jenis minuman keras tradisional yang tidak memiliki izin produksi maupun izin edar ini biasanya dikonsumsi pecandu alkohol dengan cara mencampurkan aneka minuman berkarbonasi seperti tebs, kratingdaeng, big cola maupun lainnya.
Para pelaku selanjutnya dijerat dengan pasal berlapis yakni pasal 36 jo pasal 15 ayat 1 huruf e Perda nomor 4 tahun 2011 tentang pengendalian dan pengawasan peredaran minuman beralkohol dan pasal 142 UU RI no 18 tahun 2012, tentang pangan dan pasal 62 ayat 1 Yo pasal 8 ayat 1 huruf G dan I UURI no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman lima (5) tahun kurungan penjara.
Di Sarang Prostitusi Operasional jaringan besar peredaran minuman keras ilegal maupun oplosan di Tulungagung sebenarnya telah diidentifikasi sejak lama.
Hal itu terlihat dari sejumlah kegiatan operasi penggerebekan dengan menyasar dua bekas tempat pelacuran di daerah ini, sejak beberapa bulan sebelumnya saat masih di bawah kepemimpinan Ajun Komisari Besar Polisi Whisnu Hermawan Februanto.
Kendati saat itu belum menemukan bukti proses produksi minuman keras palsu, saat itu puluhan anggota tim gabungan dari kepolisian dan Kodim 0807 Tulungagung telah menyita ribuan botol minuman keras (miras) ilegal dari berbagai merek yang diperjualbelikan secara bebas di dua kompleks bekas lokalisasi Kaliwungu dan Ngujang.
Di kompleks bekas Lokalisasi Kaliwungu, misalnya, polisi menyita lebih dari 500 botol minuman keras dari berbagai merek di sebuah warung kelontong milik Sujarmo (65).
Aneka minuman keras yang biasanya ditenggak secara oplosan dengan bahan minuman campuran seperti sprite, kratingdaeng, extrajoss, hingga cairan obat nyamuk seperti autan itu ditemukan tersimpan dalam puluhan dus yang disembunyikan di dalam gudang penyimpanan barang warung Sujarmo.
Selain di Kaliwungu, peredaran minuman keras ilegal maupun secara ilegal diyakini juga marak terjadi di eks-lokalisasi Ngujang, Kecamatan Ngantru.
Meski tak tersentuh operasi penggerebekan seperti halnya di Kaliwungu, aktivitas dan pengelolaan wisma-wisma di bekas sentra pelacuran terbesar di Tulungagung dan sekitar ini sangat identik.
Keduanya secara resmi telah ditutup pemerintah. Seluruh PSK, germo maupun orang-orang yang bekerja di lingkungan pelacuran ini juga telah dipulangkan setelah diberi modal untuk beralih profesi/pekerjaan di luar bisnis prostitusi.
Namun, fakta yang terungkap dalam operasi gabungan TNI-Polri pada Sabtu (17/5/2014) malam hingga Minggu (18/5/2014) dini hari sungguh lacur.
Tak hanya berubah menjadi sentra penjualan minuman keras oplosan dan ilegal, dua tempat itu ditengarai juga tetap menjadi pusat layanan seks berbayar (prostitusi).
Modus yang mereka gunakan, menurut keterangan salah seorang PSK yang alih peran sebagai pemandu lagu, yakni dengan menemani tamu karaoke di ruang yang disediakan pemilik wisma.
“Layanan (seks) dilakukan jika pelanggan ingin lanjut ke dalam room dengan seizin mami-papi (germo),” kata salah seorang PSK asal Blitar berinisial D.
Sembari menyanyi karaoke atau sebelum masuk kamar untuk layanan seks, D mengatakan para tamu biasanya terlebih dulu menggelar pesta minuman keras yang dioplos dengan bahan lain di meja karaoke yang telah mereka pesan.
Minuman alkohol tersebut biasanya dibeli dari pemilik wisma langsung, atau dengan belanja ke warung dalam kompleks seperti punya Sujarno.
Tidak hanya menyasar esk-lokalisasi Kaliwungu, operasi penertiban sampai saat ini rutin digeber polisi dengan sasaran sejumlah kafe dan rumah karaoke ternama di Kota Marmer.

Artikel ini ditulis oleh:

Ketika WNI Berburu Oleh-oleh Jepang (Bag. 2)

Selasa pagi mahasiswa Indonesia yang hendak pulang setelah selesai mengikuti program studi banding di Jepang memenuhi kios yang menjual oleh-oleh di Bandara Narita, Jepang. Mereka memborong makanan dan pernak-pernik khas negeri Sakura ini.
Jepang terkenal dengan sub kulturnya, maka tidak heran banyak wisatawan yang mengunjungi Jepang akan berburu semua yang berhubungan dengan anime ataupun merchandise dari idol Jepang.
Seperti Evi yang membeli majalah yang berisi tentang Japan idol seperti Takeru sato, Sun Oguri, Ryo Niksido, Sexy Zone. Hey Say Jump, Exile, Arashi. Ia membeli karena majalah tersebut banyak berisi gambar-gambar idolanya.
“Aku beli majalah ini karena banyak gambar-gambar dari artis-artis kesukaan aku, buat dilihat-lihat saja, kalau tulisannya aku tidak mengerti,” ucapnya.
Begitu juga dengan Naning yang membeli majalah rejama Jepang hanya untuk mengejar hadiah tas “Attack on Titan”, yang menjadi komik populer di Jepang.
“Aku suka banget sama `Attack on Titan’ jadi pas ngeliat ada majalah Vivi berhadiah tas Attack on Titan aku langsung beli aja, padahal aku gak ngerti itu majalah apa,” kata Naning yang sehabis mendapatkan tas tersebut majalahnya diberikan kepada temannya.
Begitu sukanya ia kepada komik tersebut ia juga membeli tiga jilid edsi spesial komik tersebut beserta dvd-nya.
Hal lain yang ia lakukan selama di Jepang adalah bermain Gashapon. Gashapon adalah mesin yang menjual mainan. Mainan tersebut dimasukkan di dalam kapsul plastik sepintas melihatnya seperti bola Pokemon.
Ia mengaku tidak tahan untuk memasukkan koin ke dalam Gashapon ini. Untuk sekkali memutar gashapon dibutuhkan 200 yen hingga 400 yen (Rp22.600-Rp45.000).
Menurutnya bermain ini sangat seru karena untung-untungan dan mainan yang didapatkan tidak dapat ditebak.
“Kalau lagi beruntung akan dapat mainan yang bagus dan kalau tidak ya mainananya biasa saja,” katanya.
Selama di Jepang ia bermain gashapon sebanyak tujuh kali, dan ia merasa beuntung saat mendapatkan jam tangan.
Hal sama juga dilakukan Dicky, selama sembilan hari kunjungannya ke Jepang ia telah bermain Gashapon sebanyak 19 kali.
“Seru aja memasukkan koin ke dalam mesin dan dapat mainan, kan di Indonesia enggak ada,” katanya sambil tertawa.
Ia mengatakan semua hadiah yang didapatnya sebagai oleh-oleh buat teman-temannya di Indonesia.
Lain hal dengan Bhisma, ia tidak melewatkan kesempatan ke Jepang untuk membeli gitar elektrik Duesenberg seri Starplayer TV. Ia membeli gitar tersebut karena di Jepang lebih murah dibandingkan di Indonesia.
Sebelum keberangkatannya ke Jepang ia telah berselancar di dunia maya untuk mencari tahu tentang harga gitar itu di Jepang yang ternyata lebih murah.
Ia sudah lama mengingnkan gitar itu sejak ia melihat review dari toko musik di Indonesia.
“Pertama kali tau gitar ini gara-gara melihat review gitar tersebut, dan disitu gue mulai cari-cari di youtube, terus beberapa serlang beberapa bulan gue nonton duet Tohpati dn Budjana di Java Jazz, sound gitarnya enak banget. Taunya Budjana make Duesenberg dari situ gue mulai benar-benar suka,” kata mahasiswa yang juga musisi itu.
Cynthia, mahasiswa Media Komunikasi di Trisakti tidak terlalu terobsesi dengan pernak-pernik dari Jepang tetapi ia lebih senang dapat mengikuti serangkaian kegiatan orang Jepang pernah dibaca di komik.
“Aku senang dapat mengikuti pelajaran upacara minum teh, karena ritual ini anggun dan tidak semua orang Jepang dapat mengikutinya,” katanya.
Selain mengikuti pelajaran upacara minum teh ia pun tak lupa mencoba mandi di pemandian umum atau yang dikenal dengan onsen dan juga tidur di futon seperti orang Jepang.
Salah satu toko yang tak boleh dilewatkan saat mengunjungi Jepang adalah toko 100 yen. Karena barang-barang di Jepang cukup mahal maka banyak anak muda yang mengincar toko ini untuk dijadikan oleh-oleh maupun untuk sendiri.
Toko 100 yen ini banyak namanya seperti Daiso, Seira dan lain-lain dan cukup mudah di temukan di pusat perbelanjaan.
Namun barang-barang yang dijual bukan buatan Jepang, melainkan buatan Tiongkok, hanya saja desainnya yang dari Jepang jadi pembeli tidak akan menemukan barang yang sama di jual di luar Jepang.
Toko tersebut seperti toko serba ada yang menjual berbagai macam barang seperti peralatan dapur, alat tulis, kebutuhan berkebun hingga makanan ringan.
Begitulah, setiap tempat memiliki ciri khas tersendiri untuk dikunjungi dan dinikmati.

Artikel ini ditulis oleh:

Ketika WNI Berburu Oleh-oleh Jepang (Bag. 1)

Selasa pagi mahasiswa Indonesia yang hendak pulang setelah selesai mengikuti program studi banding di Jepang memenuhi kios yang menjual oleh-oleh di Bandara Narita, Jepang. Mereka memborong makanan dan pernak-pernik khas negeri Sakura ini.
Tanpa berpikir panjang mereka memasukkan berkotak-kotak coklat Kit-Kat ke dalam tas belanja. Dalam hitungan menit Kit-Kat di kios tersebut ludes diborong dan dengan segera pegawai toko membuka dus wafer berbalut coklat tersebut dan menyusun kembali ke dalam rak-rak yang telah kosong.
Makanan itu memang menjadi salah satu incaran wisatawan dan orang Indonesia di Jepang, karena rasanya yang beraneka ragam dan tidak dapat ditemui di tempat lain.
Pratama Adrian membeli delapan kotak sebagai buah tangan untuk teman-temannya dan keluarganya.
“Aku beli Kit-Kat denga rasa `green tea, strawberry dan labu,” katanya.
Yuni Rahmawati juga membeli tiga kotak wafer berbalut coklat tersebut dan ia mengatakan di Indonesia menjual Kit-Kat hanya saja harganya lebih mahal.
Menurutnya selain Kit-Kat makanan yang wajib dibeli dari Jepang adalah Tokyo Banana. Tokyo Banana adalah kue bolu rasa pisang, ukurannya kecil dan bentuknya seperti pisang dengan warna kuning.
“Aku beli lima kotak Tokyo Banana rasa karamel, pisang, coklat dan strawberry,” ucapnya.
Ia mengatakan harganya mulai dari 1000 yen (Sekitar Rp113.000) hingga 1500 yen (Rp170.000) per kotak besar yang berisi 8 buah. Harga tersebut tergantung rasa dan corak dari kue, jika semakin unik maka haraganya semakin mahal.
“Kue ini dijual dimana-mana seperti di satsiun Tokyo tapi kalau mau murah belinya di bandara saja, dan gak repot langsung bawa pulang,” katanya.
Andi Aisyah membeli lima kotak Tokyo Banana dengan varian rasa vanila, pisang, coklat dan caramel, menurutnya makanan ini wajib dibeli sebagai oleh-oleh khas Jepang.
“Sebagaimana orang dari Bandung membawa pisang bolen merek Kartika Sari untuk oleh-oleh, dari Jepang ya bawa Tokyo Banana,” katanya sambil tertawa.
Selain membeli makanan, sebagai penggemar sub kultur Jepang Andi juga membeli berbagai album musisi Jepang seperti Ling Tosite Sigure ia membeli dua album Contrast, Fantastic Magic lalu One Ok Rock – Mighty Long Fall dan kemudian album Best of Mogi.
“Udah lama aku kepengen album mereka, tetapi enggak ada dijual di Indonesia makanya pas ke Jepang aku beli semua,” katanya.
Selama di Jepang ia tak lupa mencoba takoyaki yaitu makanan jalanan berbentuk bulat dan berisi gurita. Ia penasaran dengan rasa asli makanan ini walaupun sebenarnya telah banyak dijual di Indonesia.
“Rasanya cukup aneh tapi enak, soalnya takoyaki di sini benar-benar isi gurita, kalau di Indonesia sudah di modifikasi ada yang isi keju dan sebagainya,” katanya.
Lalu ia juga terobsesi dengan mini market waralaba “Lawson” yang memang berasal dari Jepang. Ia mendapatkan informasi dari internet bahwa beberapa toko kelontong di Jepang ini memiliki tema berbeda sebagai dekorasinya.
“Selama perjalanan mataku terus mencari Lawson yang bertema dan akhirnya ketemu tema Haykyuu, haykyuu itu anime Jepang tentang bola voli gitu deh. Tapi sayangnya aku gak sempat masuk cuma liat dari luar saja,” tutur mahasiswa berkacamata tersebut.
Ia juga menyempatkan datang ke Disney Land Tokyo yang berada di Chiba, menurutnya setiap Disney Land mempunyai kastil yang berbeda maka mendatanginya menjadi sesuatu yang istimewa. Disney Land Tokyo memiliki kastil Cinderella dan saat ini di sana sedang banyak pernak-pernik tokoh Disney dengan tema Halloween.

Artikel ini ditulis oleh:

Rodgers: Sturridge Berpeluang Tampil Lawan QPR

Jakarta, Aktual.co — Pelatih Liverpool, Brendan Rodgers mengungkapkan bahwa, Daniel Sturridge berpeluang tampil saat Liverpool melawat ke markas tim juru kunci Liga Utama Inggris, Queens Park Rangers, akhir pekan ini.

Penyerang Inggris itu tidak dapat dimainkan sejak awal September, karena cedera paha yang didapatnya saat memperkuat timnas, namun ia semakin dekat untuk kembali bermain.

“Kita masih akan harus melihat di mana ia berada besok dan mengambil kesimpulan dari sana,” kata Rodgers, dikutip Reuters, Jumat (17/10).

“Ia sudah cukup lama absen, hampir enam pekan. Saya harus memberi kredit kepada tim medis kami,” tambahnya.

Diungkapkan Rodgers, dengan absennya Sturridge, permainan The Reds sedikit agak berbeda.

“Daniel membuat kami menjadi ancaman nyata dan ketika Anda mengeluarkan dia dari tim, model permainan Anda (menjadi) berbeda,” tambah Rodgers.

“Namun ketika ia (Sturridge) bermain, ia merupakan salah satu penyerang papan atas Eropa. Penting bagi dia untuk bermain pada pertandingan demi pertandingan,” tegasnya.

Dengan dua gelandang Joe Allen dan Emre Can yang juga dapat kembali dimainkan setelah pulih dari cedera, Liverpool akan berharap dapat memperbaiki penampilannya setelah tampil tidak meyakinkan di awal musim.

Artikel ini ditulis oleh:

Berita Lain