Sejumlah massa Aksi 22 Mei terlibat kericuhan di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Rabu (22/5/2019). Polisi memperingatkan massa untuk membubarkan diri karena sudah melewati waktu yg dijanjikan. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Din Syamsuddin mengingatkan agar semua pihak menghindari Indonesia meluncur menjadi negara kekerasan menyusul kericuhan yang terjadi pada 21 hingga 23 Mei 2019.

“Peristiwa 21 sampai dengan 23 Mei sebagai reaksi terhadap penetapan hasil pemilu oleh KPU, dinilai sebagian rakyat tidak jujur dan tidak. Peristiwa kekerasan itu sungguh memprihatinkan,” ujar Din dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Rabu (29/5).

Belasan nyawa, termasuk usia remaja, hilang sia-sia, dan ada yang belum diketahui nasibnya. “Hal ini, tidak bisa tidak, adalah buah dari kekerasan yang mengenaskan yang terjadi pada Bulan Suci Ramadhan. Seyogyanya semua pihak, baik rakyat maupun aparat, dapat melakukan imsak atau pengendalian diri sebagai esensi ibadah Ramadhan,” katanya.

Namun, katanya menambahkan, nasi telah menjadi bubur. Kekerasan telah mencederai kesucian Ramadhan. “Lebih parah lagi jika kekerasan fisik yang telah menimbulkan korban itu masih berlanjut pada kekerasan verbal dalam bentuk saling menyalahkan, bahkan dengan saling melempar tuduhan, dengan klaim akan kebenaran secara sepihak. Inilah awal dari malapetaka kebangsaan,” katanya

Maka, ujar Din, tiada jalan lain untuk mengatasinya kecuali negara harus hadir menegakkan keadilan dan kebenaran. “Jangan sampai negara abai dan meluncur menjadi negara kekerasan dengan menampilkan kekerasan negara (state violence),” ujar dia.

Artikel ini ditulis oleh: