Jakarta, Aktual.co — Pada tahun 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang. Sekarang gedung tersebut menjadi sebuah museum yakni Museum Bank Indonesia. 
Yang berlokasi di Jalan Pintu Besar Utara No. 3, Jakarta Barat. Sejak lahir, Museum BI telah menjadi wahana penjelajahan yang penuh dengan edukasi dan rekreatif bagi para pengunjungnya. Dan ini bisa menjadi alternatif atau bahkan referensi wajib bagi masyarakat Indonesia yang ingin tahu cerita perjalanan bangsa dari sisi mata uangnya.
Mewah dan cukup modern. Itulah kesan yang timbul saat pertama kali menginjakkan kaki di museum ini. Dari luar, bangunan kuno ini terlihat megah dengan cat berwarna putih. Kesan kuno seketika pudar saat sudah berada di lobi, tepat di tengah, antara pintu masuk dan pintu keluar yang berhadapan. 
Untuk masuk museum, kita harus menitipkan tas terlebih dahulu di sisi kanan lobi. Setelah itu, mengambil tiket di tempat yang tersedia, Dengan tiket yang dibuat menyerupai uang itu, petualangan pun dimulai. Perjalanan dimulai dengan memasuki ruang gelap berbentuk cembung yang berilustrasi uang logam berjatuhan. Didukung teknologi canggih, pengunjung akan merasa dihujani uang logam, sekaligus mendapat penjelasan mengenai uang itu.
Di ruang Audio Visual Melalui film berdurasi 30 menit itu, jelas tergambar sejarah kantor pusat pertama BI adalah bekas bangunan rumah sakit (Binnenhospital) dan De Javasche Bank yang berdiri pada 24 Januari 1828. Pada masanya, De Javasche Bank memiliki fungsi tempat sirkulasi berbagai macam perdagangan hasil bumi yang datang dari berbagai penjuru wilayah Hindia Belanda. Gedung ini sempat direnovasi beberapa tahap dan mengalami perluasan, sampai akhirnya ditempati BI yang berdiri 1 Juli 1953. 
Sebagai museum yang diresmikan pada 15 Desember 2006, dan terbuka untuk masyarakat umum. Sejak saat itulah Museum BI melakukan pembenahan dan mempercantik diri untuk kepuasan pengunjungnya. Puncaknya adalah pada saat Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meresmikan kembali museum ini pada 21 Juli 2009. 
Sejak saat itu, tampilan dalam museum ini lebih terlihat indah. Kaya akan visual modern-klasik seolah menuntun untuk memasuki lorong waktu sejarah yang mengesankan.
Kita dapat menikmati pertunjukkan dalam teater tersebut, teater yang menyediakan tempat duduk yang sangat nyaman hingga kita sulit untuk beranjak dari tempatnya. Persis setelah keluar dari ruang teater, kita akan memasuki ruangan medium masa lampau. Di ruang ini, kita disambut replika pelabuhan dan kapal, lengkap dengan rempah-rempah seperti pala, kayu manis, dan lain-lain yang menjadi alat tukar di masanya.
Pada dinding awal ruangan terbentang peta kuno sebagian daratan Asia. Itu peta zaman dahulu yang menggambarkan penuh sumber kekayaan alam. Masih di ruangan yang sama, panel aktivitas perdagangan sebelum kedatangan bangsa Barat sampai terbentuknya BI menjadi sebuah rangkaian peristiwa yang disuguhkan lewat papan informasi dan televisi modern. Kali ini, display elektronik otomatis yang menajadi pemandu setia dalam menjelaskan lewat audio visual canggih perihal sejarah kondisi ekonomi, politik sepanjang masa.
Di ruangan ini kita cukup menggunakan ujung ibu jari untuk untuk menyentuh layar monitor display agar dapat mengikuti kronologi perekonomian Indonesia mulai dari Masa Hindia Belanda, masa pendudukan Jepang, Masa Revolusi Fisil, Masa RIS, hingga Masa Berdirinya Bank Indonesia. 
Di Museum BI kita juga bisa langsung berkenalan dengan sejarah kelembagaan BI. Secara garis besar kita dapat memahami fungsi BI sehubungan dengan moneter, perbankan, dan sistem pembayaran dari beberapa kurun waktu. Banyak sekali peran BI bagi pemerintah dan bagi pengembangan sektor swasta, terutama usaha-usaha kecil lewat pemberian kredit kepada perbankan.
Dari semua ruang pamer, ruang emas moneter menjadi favorit pengunjung. Di sini, kita akan melihat tumpukkan batangan emas yang dilindungi kaca transparan. Mengkilau, memancarkan cahaya, dan menggambarkan simbol kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Dari sejumlah informasi yang tertulis, batangan emas yang asli memiliki kadar emas 99,99 persen tiap batangnya, dan memiliki ketebatan 4 cm dengan berat 13,5 Kg.
Pengunjung bisa memegang dan merasakan langsung berat emas tersebut di tempat yang telah disiapkan. Tapi jangan salah, emas yang ada di museum ini hanya berupa replika yang dibuat sama persis dengan aslinya. Sebab, emas asli yang disimpan sebagai cadangan devisa negara dan dapat digunakan ketika negara mengalami krisis politik dan ekonomi yang mempengaruhi nilai tukar mata uang disimpan di BI. Meski bukan emas asli, ruangan ini menjadi salah satu tempat favorit pengunjung yang ingin berfoto.
Keluar dari ruang emas moneter, pengunjung akan memasuki ruang numismatika. Di sini kita hanya dapat merasakan cahaya sinar lampu temaram yang terdapat banyak kepingan dan lembaran uang, serta uang terbitan khusus dan sangat langka. Uang-uang ini dibagi ke dalam beberapa kelompok dan dipilih berdasarkan periode terbitnya. Contoh-contoh uang yang pernah dipergunakan di Nusantara itu mampu mengundang decak kagum. Betapa tidak, di sini ada uang kertas BI yang pertama kali dikeluarkan pada tahun 1952, terdiri atas beberapa pecahan mulai dari Rp5 hingga Rp1.000.
Di sini kita juga dapat menemukan uang seperti robekan karung beras bernama Kampua, uang kerajaan Buto, Sulawesi Tengara yang diprediksi pernah dijadikan alat tukar pada abad ke-14 hingga abad ke-19. Ada juga uang Token yang hanya terbit di komunitas tertentu, seperti di perkebunan, di tempat rekreasi dan tempat perjudian. Uang Token bentuknya berbagai macam (segi tiga, segi lima, bulat) dan terbuat dari kertas, kayu, bambu, dan logam.
Masih banyak objek lain yang tidak kalah menarik untuk dilihat dan dipelajari di museum ini. Sepanjang perjalanan menelusuri ruang museum pengunjung bisa menemukan informasi mengenai hal-hal lain. Ada seragam tentara Belanda, Jepang hingga seragam Soekarno. 
Termasuk replika atau patung yang menggambarkan sistem transaksi perbankan pada masa lampau. Alhasil, mengamati semua koleksi yang bertebaran di museum ini, merupakan kepingan kabar yang jika disatukan melahirkan sebuah cerita perjalanan bangsa Indonesia. Dikutip kotatuaku, Jumat (31/10).