Foto ilustrasi. Warga mencari informasi mengenai Surat Berharga Negara (SBN) jenis Sukuk Tabungan Seri ST014 di Semarang, Jawa Tengah, Senin (14/4/2025). Aktual/ANTARA

Jakarta, aktual.com – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menegaskan bahwa penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas fiskal. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, dalam keterangan pers pada Kamis (12/6/2025).

Ia menyebut, penerbitan SBN dilakukan secara fleksibel dan oportunistik, dengan mempertimbangkan kondisi pasar keuangan, kebutuhan pembiayaan, dan posisi kas negara. Pemerintah juga terus menjaga komposisi utang dari sisi instrumen, tenor, mata uang, dan suku bunga agar tetap optimal.

“Penerbitan SBN berjalan on track dalam memenuhi pembiayaan APBN 2025, yang didesain defisit sebesar 2,53% dari PDB,” ujar Suminto.

Hingga 30 April 2025, realisasi penarikan utang mencapai Rp 304 triliun, meningkat 155% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, pembiayaan non-utang tercatat sebesar Rp 24,8 triliun, sehingga total pembiayaan anggaran mencapai Rp 279,2 triliun.

Kinerja lelang Surat Utang Negara (SUN) juga tercatat positif. Pada lelang 20 Mei 2025, incoming bids menembus Rp 108,3 triliun, tertinggi sejak Agustus 2021. Dari angka tersebut, Rp 18,3 triliun berasal dari investor asing. Hingga 11 Juni 2025, capital inflow investor asing mencapai Rp 52,21 triliun secara year-to-date (ytd).

“Tingginya minat investor ini menunjukkan kepercayaan terhadap stabilitas fiskal dan strategi pembiayaan yang prudent,” ujar Suminto.

Pemerintah juga mengandalkan bantalan fiskal yang kuat, seperti Sisa Anggaran Lebih (SAL) dan posisi kas negara yang sehat untuk meredam gejolak pasar global. Stabilitas ekonomi domestik ikut menopang kepercayaan investor, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5%, inflasi rendah, dan neraca perdagangan yang terus surplus.

Pada April 2025, surplus perdagangan tercatat US$ 0,16 miliar, melanjutkan tren positif dari Maret yang mencapai US$ 4,33 miliar. Ekspor menyumbang sekitar 22% dari PDB, membuat perekonomian Indonesia lebih tahan terhadap volatilitas global dibanding negara lain.

Tahun ini, utang pemerintah yang jatuh tempo mencapai Rp 800,33 triliun, terdiri atas Rp 705,5 triliun dalam bentuk SBN dan Rp 94,83 triliun pinjaman. Pada Juni 2025 saja, utang jatuh tempo diperkirakan mencapai Rp 178,9 triliun.

Adapun proyeksi utang jatuh tempo pada tahun-tahun berikutnya:

  • 2026: Rp 803,19 triliun
  • 2027: Rp 802,61 triliun
  • 2028: Rp 719,81 triliun
  • 2029: Rp 622,3 triliun

Pemerintah memastikan pengelolaan utang akan terus dilakukan secara terukur, efisien, dan bertanggung jawab guna menjaga kesinambungan fiskal jangka panjang.

Artikel ini ditulis oleh:

Tino Oktaviano