Jakarta, Aktual.com — Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka mengatakan tata kelola PT Pelindo II masih belum jelas dan tak terorganisir dengan baik, termasuk soal Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dialokasikan untuk menyuntik BUMN.

“Dengan tata kelola yang seperti ini, apakah pantas pelindo atau BUMN sudah transparasi, rebirokrasi, laporan kemarin itu belum jelas. Ini pintu masuk untuk BUMN termasuk PMN-PMN apakah sudah tepat atau belum. Katanya negara ngga ada uang,” ujar Rieke di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/11).

Rieke mengatakan, sesuai amanah konstitusi, BUMN seharusnya memberikan kontribusi bagi keuangan negara bukan penyedotan fiskal negara.

“Kalau terjadi penyedotan fiskal makanya disuntik, berarti kan ada masalah. Masalahnya apa? jangan masalahnya tidak tahu tapi disuntikin terus, sama saja garemin air laut,” cetusnya.

PMN maupun Pelindo seperti ada indikasi terjadi pelanggaran sistematis terhadap konstitusi. Apalagi, kata Rieke, setelah keluar putusan MK 2013 bahwa asset BUMN adalah asset negara.

“Meskipun itu adalah keuangan yang dipisahkan dari keuangan BUMN, tapi itu dalam keuangan negara. Tidak bisa aksi korporasinya seperti aksi privat murni. UU dipatuhi tidak hanya BUMN, sehingga komparasikan UU PT. Tapi dengan keputusan MK ada hal yang harus sejalan dengan UU keuangan negara dan UU pembendaharaan negara. Apakah pelanggaran sekian UU termasuk di pelindo. Ini negara hukum tidak hanya karena berkuasa buat peraturan, seenak udelnya aja,” ungkap politikus PDIP ini.

Dengan adanya persoalan itu pula, Ketua Pansus Pelindo II ini berharap agar pakar hukum dan ekonomi mengkaji tentang PP pelabuhan yang dikeluarkan setelah perpanjangan, perpes tentang kereta api cepat, dan peraturan tentang pinjaman hutang luar negeri untuk infrastruktur melalui BUMN.

“Ini kan bahaya apakah seperti kemarin tiga BUMN melakukan utang luar negeri, alasannya B to B, kalau alasan seperti itu B to B, kalau masalah disuntik BUMN, ngakunya punya negara. Kalau urusan untung buat mereka, bilang bisnis, bukan plat merah, kalau ada masalah siapa yang mau nanggung? negara. Balik lagi G to G. Ini nggak bisa. Ini panjang, kalau pinjaman luar negeri dilakukan BUMN tanpa dibahas DPR, bagaimana mekanismenya. Untuk angka tertentu harus ada pertimbangan DPR, ada kontrol.”

Artikel ini ditulis oleh: