Jakarta, Aktual.com – Sriwijaya Air yang kini urusan operasional dan finansialnya diambil alih oleh Garuda Indonesia kian hari kian membaik. Anak perusahaan dari Citilink ini, kini keberadaannya diakui sebagai maskapai penerbangan terbesar ketiga di Indonesia, dan telah menyabet beberapa penghargaan.
Dengan kembali bersatunya Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air membuat banyak penumpang yang jadi langganan Sriwijaya lega. Kini mereka bisa kembali membeli tiket Sriwijaya Air, terbang dan menikmati pelayanannya seperti biasa.
Bicara soal Sriwijaya Air tentu tidak lengkap kalau tidak membahas sepak terjang salah satu pendirinya, Chandra Lie. Bersama dengan Hendry Lie, Andi Halim and Fandy Lingga, Chandra mendirikan Sriwijaya di tahun 2003. Tapi siapa sangka, di balik kesuksesannya membangun salah satu maskapai terbesar di Indonesia itu, Chandra sebelumnya sama sekali tak punya pengalaman di bisnis aviasi.
Ide untuk merintis bisnis penerbangan komersil berawal dari pengalaman Chandra yang kerap kesulitan pulang kampung. Dia mengeluh akan sulitnya akses transportasi dari kota ke kampungnya di Pangkal Pinang. Pulang ke daerah saat itu sangat sulit, hingga naik kapal laut pun belum tentu bisa.
Dalam seminggu hanya ada tiga kali penerbangan. Penumpang naik bersama ayam dan hasil pertanian. Di sanalah Chandra melihat adanya peluang: transportasi udara yang menghubungkan kota besar dengan daerah-daerah di luar pulau Jawa.
Ketika menekuni bisnis pariwisata inilah Chandra berkenalan dengan bisnis aviasi. Untuk kepentingan pelanggan, dia sering menyewa pesawat jenis Fokker dan Boeing dari beberapa perusahaan penerbangan, seperti Pelita Air Service, Bouraq, Nurman Avia, Merpati dan Bali Air.
Artikel ini ditulis oleh: