Jakarta, Aktual.com — Pengamat Ekonomi yang juga mantan Anggota komisi XI DPR RI, Sadar Subagya menyayangkan tindakan penggeledahan oleh Kejaksaan Agung terhadap kantor PT Victoria Investama Tbk dan Victoria Sekuritas terkait kasus pengalihan hak atas piutang (cessie) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Pasalnya, terdapat kesalahan subyek dalam tindakan penggeledahan dan penyitaan bahkan tidak adanya kordinasi dengan pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Penyelidikan perkara ini tidak secara profesional memisahkan antara Victoria Securities International Corp, yang merupakan badan hukum asing, dengan PT Victoria Sekuritas (PT. Victoria Investama, Tbk) atau juga dengan PT Victoria Sekuritas Indonesia, yang merupakan badan hukum Indonesia. Terlebih upaya penggeledahan dan penyitaan dilakukan secara kasar dan bahkan tanpa menunjukan surat-surat tugas dan perintah, mengusir pegawai dan penasihat hukum yang melihat dan mengawasi penggeledahan.

“Saya sangat menyayangkan tindakan Kejagung tersebut karena OJK sebagai lembaga independen juga memiliki penyidik internal untuk melakukan pemeriksaan, penggeledahan dan lainnya di bidang Jasa Keuangan yang meliputi perbankan, pasar modal, serta lembaga keuangan bukan bank,” kata mantan Anggota DPR RI itu saat dihubungi Aktual di Jakarta, Selasa (18/8).

Ia menegaskan, seharusnya pihak Kejagung berkordinasi dengan OJK, kemudian tim penyidik internal dari OJK sendiri yang melakukan pemeriksaan dan penggeledahan. Nantinya hasil dari penggeledahan bisa diserahkan oleh OJK ke Kejaksaan untuk kepentingan penuntutan. Hal itu tertuang dalam UU 21/2011 tentang OJK, BAB XI pasal 49.

“Kalau tidak berkoordinasi ya jadinya malah salah geledah,” ujar dia.

Sebagai Informasi, perkara ini bermula saat sebuah perusahaan bernama PT Adistra Utama memiliki total piutang Rp 469 miliar ke BTN untuk membangun perumahan di Karawang seluas 1.000 hektare sekitar akhir tahun 1990. Saat Indonesia memasuki krisis moneter 1998, pemerintah memasukan BTN ke BPPN untuk diselamatkan.

Sejumlah kredit macet kemudian dilelang, termasuk utang PT AU. PT Victoria Securities International Corporation ( VSIC) membeli aset piutang (cassie) itu dengan harga Rp 26 miliar pada tahun 2003

Seiring waktu, PT AU ingin menebus aset tersebut dengan nilai Rp 26 miliar. Tapi, VSIC yang berdomisili di British Virgin Island menyodorkan nilai Rp 2,1 triliun atas aset itu.

Tahun 2012, PT AU kemudian melaporkan VSIC ke Kejaksaan Tinggi DKI atas tuduhan permainan dalam penentuan nilai aset itu. Saat ini, kasus tersebut diambil alih oleh Kejaksaan Agung.

Namun ditegaskan, Victoria Securities Indonesia yang merupakan grup Victoria Investama, bukanlah bagian dari Victoria Securities International Corporation (VSIC) yang melakukan Akad jual beli dengan BPPN pada 2003 silam.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka