“Ada kemampuan ‘digital culture’, kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa dan membangun wawasan kebangsaan nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Sering terjadi orang bermedia sosial tetapi tidak menerapkan nilai-nilai kebangsaan. Kemudian ‘digital ethics’, kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika digital,” jelas Ahmad Kaelani.

“Terakhir, ‘digital safety’, kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisa, menimbang dan meningkatkan kesadaran digital dalam kehidupan sehari-hari,” tutupnya.

Topik “Literasi Digital di Masa Pandemi: Bijak Bersosmed Menanggapi Misinformasi COVID-19” lepas dari meningkat drastisnya misinformasi sepanjang masa pandemi dua tahun terakhir. Merujuk pada data Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), jumlah misinformasi atau informasi hoaks selama pandemi meningkat hingga lebih dari 2.000 kasus, dengan 34% misinformasi seputar Covid-19.

Hal tersebut juga berbanding lurus dengan meningkatnya pengguna media sosial di Indonesia, tercatat ada lebih dari 10 juta pengguna media sosial baru yang bertambah hanya selama pandemi. Sehingga, pengguna media sosial di Indonesia pada 2021 mencapai 61,8% dari penduduk Indonesia.

Komitmen Ditjen APTIKA melalui Gerakan Nasional Literasi Digital akan terus dijalankan. Demi menegakkan empat pilar utamanya: Etis Bermedia Digital; Aman Bermedia Digital; Cakap Bermedia Digital; dan Budaya Bermedia Digital.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin