Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai ada maksud tertentu di balik kebijakan tersebut. “Kenaikan ini menurut saya ya mungkin saja ada maksud-maksud karena ini tahun politiklah ya. Saya kira pemerintah-pemerintah yang lalu juga melakukan hal yang sama,” kata Fadli di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5).

Meski begitu, Fadli tidak mengetahui hal apa yang melatarbelakangi kebijakan tersebut. Ia mengaku belum membaca pertimbangan atas kebijakan tersebut.

“Saya juga nggak tahu perpres itu dasarnya apa dan juga latar belakangnya seperti apa. Tentu harus ada pertimbangannya. Saya belum baca pertimbangan-pertimbangannya seperti apa,” ungkapnya.

Menurut Fadli, sebaiknya tunjangan tersebut diberikan kepada tenaga honorer yang dinilai sudah banyak mengabdi. Tak hanya terkait tunjangan, Waketum Gerindra itu juga berharap ada kejelasan status bagi para tenaga honorer.

“Itu saya kira memang ada benarnya mengingat honorer ini kan cukup banyak ya, ratusan ribu. Mereka sudah banyak yang mengabdi, harusnya bisa untuk paling tidak secara bertahap menyelesaikan persoalan honorer ini menjadi pegawai negeri. Ada kejelasan status atau malah mereka yang diberikan THR, kira-kira begitulah,” tutupnya.

Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PAN-RB Herman Suryatman mengatakan, jika mengacu pada PP, pegawai honorer dan tenaga ahli tidak dapat THR dan gaji ke-13.

Menurut Herman, THR para pegawai honorer dan tenaga ahli di masing-masing instansi bersifat opsional atau sesuai kebijakan pimpinannya. Maksudnya opsional di sini, kata Herman, pemberian THR dan gaji ke-13 untuk honorer tergantung dari keputusan pimpinan di instansinya masing-masing. “Karena PP tersebut hanya mengatur PNS, pensiunan, TNI dan Polri,” ujar dia.

CBA: Ini Kebijakan Politis, Tak Ada Jaminan Kinerja PNS Meningkat