27 Desember 2025
Beranda blog Halaman 42256

Kucurkan Dana ke Daerah Penyangga, Ahok Tunggu Persetujuan DPRD

Jakarta, Aktual.co —Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengharap DPRD DKI bisa segera menyetujui rencana pengucuran dana bantuan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke empat daerah penyangga Ibukota. 
Kata Ahok, untuk menggelontorkan dana itu saat ini tinggal menunggu ketok palu dari DPRD DKI saja.
“Tinggal nunggu DPRD aja nih. DPRD kan punya nurani, ini kan buat bersama kok, kalau buat saya kan mungkin susah,” ujar Ahok di Balaikota DKI, Selasa (28/10).
Lagipula, ujar Ahok, pemberian dana tersebut akan dibarengi dengan pengawasan ketat dari lembaga pengawas, yakni Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Kan ada BPKP. Selain itu ada pertanggungjawaban setelah pelaksanaan, ada auditnya. Laporan kepada kami yang sudah di audit. Kalau tidak ada auditnya tidak kami beri bantuan lagi tahun depan,” ujarnya.
Sebagai informasi, Pemprov DKI berencana untuk memberikan dana bantuan sebesar Rp100 miliar rupiah ke empat daerah penyangga Ibukota, yakni Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor.
Bantuan diberikan agar daerah-daerah tersebut melakukan pembangunan yang dapat bermanfaat bagi konektivitas dengan Jakarta.
Sebagai contoh dalam revitalisasi sungai dan pembangunan infrastruktur jalan. 
Namun rencana itu mendapat penolakan dari Fraksi Gerindra di DPRD DKI.  
Diberitakan sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Gerindra di DPRD DKI Jakarta Abdul Ghoni tegas menolak rencana Pemprov DKI tersebut. 
Menurutnya pengucuran dana seperti itu bukan solusi untuk mengatasi masalah-masalah di Jakarta, khususnya banjir dan macet.
Untuk urusan Jakarta sebagai Ibukota, menurutnya pemerintah pusat harusnya lebih berperan dan turun tangan di masalah pendanaannya.
“Jadi tidak perlu Pemprov DKI Jakarta yang memberikan bantuan itu,” kata dia, 14 Oktober lalu.
Kebijakan itu, menurutnya membebani anggaran daerah dan dana itu seharusnya dapat dialihkan untuk kebutuhan lain yang lebih tepat. 
Terkait persoalan banjir di Jakarta, kata politisi asli Betawi tersebut, penyebab utamanya adalah di soal penanganan Sungai Ciliwung. 
“Solusinya itu hanya satu, untuk mencegah banjir itu. Buat waduk di Ciawi, Bogor untuk menampung air dari Sungai Ciliwung,” kata dia.
Selain menganggap kebijakan itu tidak tepat, Ghoni juga mempermasalahkan sikap Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang lebih dulu gencar menyampaikan rencana pengucuran dana itu, tanpa lebih dulu membicarakannya ke DPRD DKI.
“Sekarang itu jadi topik yang hangat dibicarakan di dewan. Padahal belum tentu DPRD menyetujui itu,” ucapnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Perundingan Calon AKD dan Pimpinan Komisi Dilakukan di Mana Saja

Jakarta, Aktual.co — Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon mengungkapkan jika upaya perundingan pemilihan pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR dilakukan di luar forum dewan.
“Rundingan kita lakukan setiap hari, setiap malam. Rundingan kita lakukan sampai di tempat tidak resmi kayak kafe-kafe. Jadi, sudah dilakukan. Ini lah saatnya kita menunjukan kepada masyarakat. Karena kalau tidak ini menghambat anggota Dewan,” ucap Fadli di gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/10).
Fadli juga mengatakan, hingga saat ini masih ada empat fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (PDI Perjuangan, PKB, Nasdem, dan Hanura) yang belum menyerahkan nama-nama untuk ditempatkan di Komisi dan alat kelengkapan dewan. Sedangka, PPP sudah memberikan.
Lebih lanjut, Fadli menegaskan, tidak menambah waktu lagi untuk batas penyerahan nama alat kelengkapan dewan.
“Ya, (paripurna kali ini) terakhir, empat kali paripurna cukuplah. Kalau mau gugat, silakan,  Kita lanjutkan tidak ada masalah. Kita akan hadapi,” paparnya.
Untuk diketahui, dijadwalkan rapat paripurna akan digelar pada pukul 14.00 WIB.

Artikel ini ditulis oleh:

Dipindah ke Rusun Pulogebang, Warga Ngeluh Hidup Tambah Susah

Jakarta, Aktual.co —Puluhan penghuni rumah susun Pulogebang Jakarta Timur berdemo di depan gedung DPRD DKI Jakarta. 
Kelompok warga yang menamakan dirinya Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) bersama warga miskin penghuni rusun menuntut agar Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan DPRD DKI memberi solusi atas permasalahan yang ada di rusun.
Koordinator aksi Haryanto menyampaikan ada beberapa tuntutan yang mereka sampaikan.
Yakni mereka meminta adanya standarisasi harga sewa rusun, menuntut diberikannya lapangan kerja dan bantuan modal usaha untuk penghuni rusun. 
Selain itu, mereka juga menuntut Pemprov DKI agar segera memperbaiki sarana dan prasana yang sudah tidak layak di rusun dan memperbaiki manajeman dan tata kelola rusun. 
“Karena saat ini kita bukan enak di rumah susun malah makin susah, hutang tambah banyak, kerja juga susah,” kata Haryanto, saat orasi di depan gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (28/10).
Mereka juga menuntut agar Ahok memberi perhatian kepada warga korban gusuran yang ditempatkan di tiap rusun.
“Selama ini kita gak diperhatiin, pindah rumah bukan enak malah tambah susah. Kita minta diperhatikanlah sama pak Ahok yang bentar lagi jadi gubernur,” tegas Haryanto.
Saat ini sepuluh perwakilan dari SPRI telah diterima Anggota DPRD dari Fraksi PDI-P Gembong Warsono di lantai delapan gedung DPRD DKI Jakarta.

Artikel ini ditulis oleh:

Ini Kementerian yang Diduga Jadi Incaran Mafia Migas

Jakarta, Aktual.co — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak memantau kinerja sejumlah kementrian yang berpotensi menimbulkan masalah dan kerugian negara. Pasalnya, ada beberapa kementerian yang saat ini menjadi incaran para mafia migas maupun parpol tertentu untuk dijadikan mesin kementerian tersebut sebagai ATM, khususnya kementerian basah seperti BUMN dan ESDM.
“Publik seharusnya sadar dua kementerian tersebut dijabat orang-orang yang bermasalah dan di back-up para mafia migas maupun parpol tertentu. Padahal, KPK/PPATK sudah memberikan rekomendasi stabilo merah kepada Rini Soemarno, tapi mengapa bisa lolos,” ujar pengamat politik Rusmin Effendy menjawab wartawan di Jakarta, Selasa (28/10). 
Kalau tidak di back-up, sambungnya, mana mungkin Jokowi mampu menolaknya. Inilah kegagalan awal pemerintahan Jokowi-JK yang melakukan kebohongan publik dan gagal menempatkan orang-orang yang profesional dalam kabinet. 
Menurut Rusmin, kabinet yang dibentuk Jokowi-JK tak mampu mewujudkan harapan publik dan penuh kebohongan, apalagi banyak orang-orang yang diangkat tidak sesuai dengan kapasitas dan kemampuan. Padahal, ekspektasi publik menaruh harapan besar pada Jokowi untuk membuktikan ketegasan dan kemandirian. 
“Inilah catatan hitam pertama seorang presiden dimana hak prerogratif dikebiri pihak-pihak tertentu. Sejatinya, seorang menteri diangkat haruslah melalui proses rekrutmen yang sudah teruji, baik integritas, pengalaman, track record maupun multiple intelligence. Apa yang terjadi, kabinet kerja yang dibangun Jokowi tak lebih dari sebuah kabinet transaksional yang dikendalikan para mafia migas maupun parpol,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Jangan Kucilkan Penderita AIDS, Mereka Bisa Balas Dendam

Jakarta, Aktual.co — Seorang Aktivitas Perempuan Ida Ayu Indra Kondi Santosa menilai sikap menjauhi dan mengucilkan terhadap seseorang yang positif terjangkit virus HIV/Aids untuk menyebarkan kembali virus tersebut kepada orang lain.
“Untuk itu meski dilakukan sikap waspada serta memberikan pemahaman dan pengawasan secara periodik bagi penderita untuk tetap melakukan pengobatan medis,” kata Ida Ayu Indra di Denpasar, Selasa (28/10).
Ia mengatakan, sikap mengucilkan dari masyarakat ataupun orang terdekat terhadap penderita HIV/Aids akan menjadikan pendertia merasa terbuang dan didepak dari lingkungannya.
Akibat tekanan batiin tidak menutup kemungkinan penderita akan mengambil sikap menyebarkan kepada orang lain tanpa sepengetahuan calon korban.
Ida Ayu Indra menambahkan, sikap balas dendam dengan cara penyebaran virus hilangnya kekebalan daya tubuh itu kepada orang lain justru lebih berbahaya dibanding pengawasan terhadap sebuah kawasan prostitusi.
Hal senada juga diungkapkan mantan anggota DPRD Bali, Tuti Kusuma Wardhani bahwa, sikap waspada memang sangat diperlukan dalam bergaul dengan para penderita HIV/Aids, namun bukan berarti mengucilkan ataupun membenci mereka, tetapi lebih pada pemberian pemahaman serta upaya penyadaran agar tidak menyebarkan virus kepada orang lain.
Terlebih penyebaran HIV/Aids tidaklah mudah namun melalui hal-hal tertentu seperti hubungan badan, jarum suntik, seks bebas, narkoba.
Berdasarkan data yang dikeluarkan KPA Bali hingga bulan Agustus 2014 jika dilihat daerah yang paling banyak terjangkit HIV/Aids yakni kota Denpasar sebanyak 3.919 penderita, Buleleng 1.791 penderita dan Badung 1.477 penderita.

Artikel ini ditulis oleh:

KPK Diminta Buka Menteri yang Distabilo Merah, Ini Komentar Demokrat

Jakarta, Aktual.co — Polemik perihal masuknya menteri kabinet kerja Jokowi-JK yang terindikasi terkena tanda merah terus menuai pro kontra di masyarakat. Pasalnya, banyak yang menyarankan KPK untuk membuka nama menteri terindiksi tanda merah.
Wakil Ketua DPR RI, Agus Hermanto enggan menanggapinya. Pasalnya memilih menteri adalah sepenuhnya hak preogratif dari presiden.
“Kalau untuk kabinet Jokowi, kami menyerahkan ke Jokowi. Karena ini adalah hak prerogratif Jokowi untuk menetapkan siapa-siapa nama yang duduk di kabinet tersebut,” ucap dia ketika dimintai tanggapannya, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (28/10).
Namun, ia lebih menjelaskan perihal perubahan nomenklatur yang terjadi di beberapa kementerian kabinet kerja.
“Yang kami berikan kemarin adalah pertimbangan, itu tentunya pelaksananya kita serahkan kepadaa beliau (Presiden Jokowi), tapi jika ada ekses negatif kita sampaikan,” ucapnya.
Menurut dia, pasti dalam sebuah pengabungan suatu kementerian misalnya kehutanan dan lingkungan hidup. Pasti akan ada ekses-ekses atau dampak baik dari sisi politis, anggaran, maupun sosial.
“Anggaran, ga mungkin begitu bergabung terus dia akan mengeluarkan anggaran dari kementerian kehutanan dan lingkungan hidup digabung lalu dikeluarkan, ngga mungkin. Ini harus dibicarakan dengan APBN yang disebut APBNP. Jadi harus dilaksanakan perubahan APBN itu sendiri,” serunya.
“Ekses politis, kita melihat lingkungan sifatnya global, kehutanan sektoral, sektoral dan global digabung ya belum tentu bisa komplementari. Sedangkan, ekses sosial misalnya kementerian lingkungan karyawanya 10 ribu, kehutanan 10 ribu jadi 20 ribu, itu mengelola butuh efek sosial dan dampak tinggi,” tandas dia.

Berita Lain