Syamsuddin Alimsyah. (ilustrasi/aktual.com)
Syamsuddin Alimsyah. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, aktual.com – Direktur Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, memberikan tiga catatan terkait penundaan sejumlah lelang proyek pembangunan yang dilakukan Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono.

“Pertama, apa yang dilakukan PLt Gubernur DKI merupakan langkah yang tepat dalam kerangka menata sistem penganggaran daerah yang sudah atur dalam berbagai sistem perundangan,” terangnya dalam keterangannya, Rabu (2/11).

Kedua, apa yang dilakukan Plt Gubernur Sumarsono dengan menunda lelang sejumlah proyek pembangunan yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi pesan bagi kepala daerah lain untuk tetap taat azas dan prosedur dalam penganggaran sesuai kewenangannya.

Dalam hal ini, lanjut Syam, apa yang dilakukan Ahok selama ini senang menabrak aturan sesungguhnya contoh buruk dalam pemerintahan selama ini. Ahok senang memposisikan sesuatu seolah situasi kritis dan mendesak sehingga menjadi pembenar untuk menabrak aturan yang berbagai alasan.

Padahal seandainya Ahok taat pada aturan dan prosedur, maka keinginan percepatan tender bisa terwujud. Terutama bila kewajibannya juga dipenuhi dengan segera menyerahkan RAPBD untuk dibahas di DPRD.

“Tapi apa lacur? Ahok malah memilih main tender proyek lalu RAPBD-nya ‘diumpek’ tak jua kapan diserahkan,” ucap Syam.

Ketiga, Plt Gubernur DKI seharusnya tidak hanya membatalkan proyek yang sudah tender. Akan tetapi segera duduk bersama membahas RAPBD 2017 yang terancam tertunda. Plt Gubernur DKI dan DPRD harus menjamin proses pembahasan RAPBD dilaksanakan secara terbuka dan melakukan hearing dengan masyarakat.

“Ini penting untuk memastikan bahwa RAPBD yang dibahas selama ini berkualitas, tepat sasaran dan berbasis kebutuhan,” urainya.

Plt Gubernur, tambah dia, harus menjadikan pembelajaran selama ini menjadi faktor penyebab rendahnya serapan anggaran di DKI Jakarta. Selain karena faktor keterlambatan penetapan juga karena pembahasan yang selalu dibuat mepet dan tidak partisipatif sehingga waktu untuk mengkritisi RAPBD sangat terbatas bahkan nihil.[Soemitro]

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid