Jakarta, Aktual,com – Tudingan ijazah palsu yang dimiliki oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo, mencerminkan manuver politik terstruktur yang berpotensi merusak fondasi demokrasi.

Pengamat hukum dan politik Pieter C Zulkifli mengatakan bahwa tuduhan semacam itu, telah berkali-kali terbantahkan oleh lembaga resmi negara, namun narasi itu terus dihidupkan dan terus didorong oleh agenda politik yang lebih bersifat pribadi.

“Jika negara terus abai, maka kita menyaksikan pembiaran terhadap degradasi hukum dan politik secara perlahan namun pasti,” katanya, Senin (19/5).

Dikatakan Pieter bahwa tudingan terkait ijazah palsu Jokowi bukan sekadar kegaduhan biasa, bahkan cenderung tindakan tersebut sebagai bentuk manipulasi demokrasi yang mengarah pada delegitimasi institusi negara.

Dia menekankan demokrasi tidak boleh dikorbankan demi panggung para pemburu sensasi. Kegaduhan yang kembali dimunculkan oleh sebagian kalangan terkait isu dugaan ijazah palsu Jokowi, sambung dia, tidak dapat lagi dilihat sebagai bagian dari kritik yang sehat.

“Kita diingatkan oleh Nelson Mandela, penjahat itu tidak pernah membangun negara. Mereka hanya memperkaya diri sendiri sambil merusak negara,” katanya.

Dia menilai isu itu adalah pola lama politik yang merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara. Dia menduga bahwa motif utama penyebar isu ijazah palsu tersebut bukanlah kontrol sosial, melainkan komodifikasi isu untuk kepentingan politik pribadi.

Dia menekankan bahwa demokrasi tidak berarti bebas tanpa batas, karena setiap kebebasan mengandung tanggung jawab. Di sisi lain, negara memiliki mandat konstitusional untuk menjamin bahwa ruang publik tidak menjadi sarang hoaks.

“Jika tuduhan tak berdasar terus-menerus dipelihara, maka bukan hanya seorang Presiden yang diserang, tetapi keutuhan demokrasi itu sendiri yang terancam,” paparnya.

Kepercayaan publik, menurut dia, adalah pilar dalam sistem demokrasi. Tanpa kepercayaan, negara akan mengalami keretakan dalam jangka panjang yang diakibatkan bukan oleh senjata, melainkan oleh narasi kebohongan yang dipelihara secara sistematis.

“Dan ketika kepercayaan itu runtuh, yang menyusul adalah instabilitas sosial dan politik yang jauh lebih sulit dipulihkan,” kata dia.