Yang menjadi persolan jika hal tersebut diterapkan ke Golkar yang notabene merupakan partai pendukung maka akan menjadi sebuah kerugian besar bagi Joko Widodo dalam pertarungan di 2019 nanti.
Sebab menurut Pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hajar Golkar bisa saja dijerat dengan pidana korporasi, apabila pengertian korporasi dalam UU Tipikor berdiri sendiri tidak berkaitan dengan pengertian dalam hukum bisnis.
Dengan demikian, maka parpol dapat didefenisikan dengan korporasi sebagai kumpulan orang teorganisasi yang berbentuk badan hukum.
“Bisa dikenakan sanksi penutupan satu tahun saja,” kata Fickar ketika dihubungi.
Sebuah kerugian besar jika hal tersebut terjadi, secara pada 2014 lalu Golkar mengantongi 14,75 persen suara.
Rp2 Miliar ke Golkar dari PLTU Riau-1
Mengulas ulang soal keterkaitan Golkar dalam kasus suap PLTU Riau-1 dapat dijelaskan melalui pengakuan kader mereka yang kini menjadi tersangka Eni Maulani Saragih. Mantan bendahara umum Golkar saat munaslub tersebut menjelaskan adanya aliran uang sebesar Rp2 miliar dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
“Memang ada duit yang Rp 2 miliar saya terima, sebagian saya ini (gunakan) untuk Munaslub,” ujar Eni Maulani Saragih, usai menjalani pemeriksaan, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/8/2018).
Selain itu, Eni dengan gamblang memastikan jika dirinya memang ditugaskan langsung oleh partai Golkar untuk mengawal proyek bernilai US$ 900 juta atau sekitar Rp 12,87 triliun (kurs Rp 14.300).
“Saya sampaikan semua kepada penyidik bahwa saya hanyalah petugas partai. Menjalankan (tugas) petugas partai untuk mengawal dari proyek PLTU Riau-1,” kata Eni.
Ia pun memastikan pengakuannya di depan penyidik KPK sesuai dengan fakta dan bukti yang juga dimiliki komisi anti rasuah. “Apa yang saya sampaikan sejelas-jelasnya kepada penyidik dan tentu itu berdasarkan fakta-fakta yang sudah ada,” kata Eni.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby