Komisi XI DPR: Rupiah Melemah Akibat Fundamental Ekonomi Rapuh
Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra, Heri Gunawan menilai pelemahan rupiah memang tidak bisa dilepaskan dari krisis global, namun lemahnya fundamental ekonomi nasional juga berperan signifikan.
“Memang benar ada krisis global, pertama terkait krisis Turki, bahkan sampai ke Argentina. Efeknya berimbas ke Indonesia seperti melemahnya nilai tukar rupiah. Artinya memang betul kalau market kita terkena imbas karena fundamental ekonomi yang dibangun pemerintah tidak kuat,” ujar Heri.
Menurutnya, lemahnya fundamental ekonomi terkesan ditutup-tutupi oleh Jokowi sendiri. Hal tersebut dilihat dari rilis nota keuangan tahun 2019. “Defisit 3 persen. Nota keuangan yang disampaikan dengan anggaran lebih dari 2.400 triliun bukannya membuat mata uang rupiah membaik, malah terus menurun,” katanya.
Rupiah tersebut melemah karena kebijakan pemerintah yang kurang realistis sehingga timbul twin defisit, yaitu defisit neraca perdagangan dan defisit anggaran. “Defisit neraca berjalan sebesar USD8 miliar sampai bulan Juli 2018, sementara utang telah mencapai 34% dari PDB,” ujarnya.
Maraknya impor pangan dan langkah Pemerintah menaikkan pajak penghasilan (PPh) atas 900 barang konsumsi adalah respon terhadap makin menipisnya cadangan devisa dan defisit transaksi berjalan. Kebijakan tersebut, mempertegas bahwa masalah mendasar pelemahan rupiah karena pengelolaan internal yang belum baik.
“Rencana kebijakan ini malah terkesan panik dan membuat kegaduhan baru,” tegas Heri.
Seharusnya Pemerintah, Kemenkeu, BI dan OJK mengobati masalah fundamental dengan memperkuat kinerja ekonomi domestik. Pemerintah harus menjaga daya beli masyarakat dengan menciptakan stabilitas harga, baik untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik khususnya harga pangan. Langkah lain yaitu pengetatan terhadap devisa hasil ekspor, devisa hasil ekspor yang masuk ke Indonesia mencapai 90%. Namun dari dolar AS yang masuk itu hanya sekitar 15% yang ditukarkan kembali dalam bentuk rupiah itupun digunakan relatif untuk belanja pegawai. Dirinya juga meminta Pemerintah untuk melakukan pemotongan anggaran belanja secara signifikan, guna menyesuaikan belanja negara secara lebih tepat sasaran untuk memberikan imunitas pada ekonomi.
Contoh lain, ungkap Heri terjadi defisit transaksi. Bank Indonesia (BI) pun intervensi dengan mengoreksi 105 basis poin. Tapi nyatanya, apa yang dilakukan oleh BI justru tidak mengangkat pasar.
“Kalau saja fundamental ekonomi yang dibangun kuat, tidak terjadi seperti sekarang ini,” jelasnya.
Next Page, Ketua DPR: Tindak Tegas Spekulan Dolar
Artikel ini ditulis oleh:
Eka