Jangan Takut Beli Ikat Pinggang
Mantan menteri BUMN, Dahlan Iskan mengungkapkan banyak negara lain seperti Turki, India, Iran mengalami masa-masa sulit dalam bidang ekonomi. Bahkan Iran sampai memecat dua menteri ekonominya. Begitu pula dengan Indonesia, tidak semuanya salah menkeu Sri Mulyani. Kalau Indonesia tidak gagal di bidang ekspor, Sri Mulyani akan baik-baik saja. Kalau ambisi tidak berlebihan semua akan baik-baik saja.

“Tapi siapa mau all out menggalakkan ekspor? Politik, bagi mereka, lebih menggiurkan,” ujar Dahlan dilansir dari disway.

Menurutnya, Indonesia harus mengencangkan ikat pinggang. Bagi pengusaha seumur dirinya, mengencangkan ikat pinggang bukanlah hal yang baru. Ikat pinggang pertama dialami tahun 1988, kedua di tahun 1998, ketiga tahun 2008 dan keempat di tahun 2018.

“Terjadi tiap 10 tahun. Seperti ada mistiknya. Padahal tidak,” jelasnya.

Ikat pinggang pertama, lanjutnya, bersumber dari tight money policy (TMP/Kebijakan uang ketat). Kebijakan TMP bertujuan untuk mengendalikan inflasi. Ekonomi memang lagi ‘panas’ saat itu. Semua perusahaan ekspansi, kalau tidak dikendalikan bisa ambruk. Akibat TMP, sulit sekali mencari uang, sulit mencari kredit dan bunga bank mencapai 24 persen.

“Pelajaran yang saya dapat dengan menjalankan perusahaan dengan bunga 24 persen yaitu Efisiensi habis-habisan. Bekerja lebih keras, tidak pernah mengeluh dan tidak pernah minta tolong pemegang saham. Setelah berhasil lolos dari krisis, menjadi lebih kokoh,” terangnya. Namun, yang abai pada keadaan itu akan bangkrut. Ada pula yang kelak bisa bangkit lagi dengan susah payah dan banyak juga yang bangkrut selamanya.

Hal yang sama terjadi sepuluh tahun berikutnya, lebih berat. Krismon tahun 1998 lebih berat dari tahun 1988. Namun dirinya tetap mengencangkan ikat pinggang. Ratusan ide, puluhan terobosan, penghematan, kerja lebih keras dilakukan. Karyawan dilarang beli baju baru. Tidak boleh pakai dasi. Ke kantor boleh pakai sandal. Akhirnya perusahaan lolos dari krisis dan menjadi sangat kokoh bahkan luar biasa kuat. Ketika terjadi krisis lagi sepuluh tahun kemudian: sepele. Krisis di tahun 2008 tidak terasa apa-apa, padahal begitu banyak perusahaan kelimpungan.

“Saat terjadi krisis tahun ini saya sudah pensiun total. Tidak ikut merasakan. Tidak ikut mengalaminya. Tapi prinsipnya sama: Jangan takut ikat pinggang. Sepanjang tujuannya untuk kelangsungan perusahaan. Ingat. Saya pernah tiga kali mengalaminya. Dengan bunga 24 persen. Bahkan pernah 29 persen. Jangan mikir politik. Pikirkan perusahaan. Dan jaga karyawan Anda,” pungkasnya.

Next Page, Jujur Saja, Indonesia ‘Tidak Baik-Baik Saja’

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka