Jujur Saja, Indonesia ‘Tidak Baik-Baik Saja’
Terkait fenomena gunung es, anjloknya nilai tukar rupiah, Aktivis Petisi 28 Haris Rusli Moti menilai pemerintah seharusnya jujur dengan apa yang dihadapi saat ini. Persis seperti dalam menghadapi bencana alam, baiknya pemerintah dan punggawanya tidak menebar informasi palsu, tentang keadaan Indonesia yang seakan baik baik saja.

“Padahal kenyataan sudah tinggal celana kolor. Sebaiknya jangan belagak hidup mewah dengan segala pemborosannya demi pencitraan 2019, seperti pembukaan Asian Games, Annual Meeting IMF di Bali yang super mahal biayanya saat Indonesia dilanda krisis. Sebaiknya jujur saja. Buat seruan hemat pake BBM, hemat listrik, karena impor barang modal, impor bahan infrastruktur, impor BBM itu membuat cadangan devisa terus melorot,” ujar Rusli.

Menurutnya, Pemerintah mengakui saja kalau Indonesia sedang menghadapi krisis, persis seperti menyerukan rakyat agar waspada hadapi bencana alam, gempa dan gunung berapi. “Jangan belagak sok kaya,” jelasnya.

Senada dengan hal tersebut, Waketum Gerindr Arief Poyuono menilai langkah Gerakan Cinta Rupiah bukan sebuah cara yang efektif untuk menahan pelemahan Rupiah. Menurutnya, gerakan Cinta Rupiah tidak akan memberikan efek terhadap pelemahan greenback atau mata uang dolar AS.

“Pemerintah sudah tidak punya instrumen lagi untuk membuat Rupiah menguat terhadap greenback. Program tax amnesty yang diharapkan ada repatriasi modal sudah selesai. Sementara pemerintah dan BUMN sedang bleeding akibat utang investasi di sektor infrastruktur yang jor-joran,” jelasnya.

Sementara Infrastruktur yang dibangun belum selesai, artinya belum memberikan imbal balik hasil investasi. Sedangkan perusahaan Swasta berorientasi Ekspor seperti produk CPO, Tambang lebih memilih menempatkan penghasilannya diluar negeri untuk berjaga-jaga utang jatuh tempo berdenominasi dollar. Mereka takut makin melemahhnya mata uang rupiah yang semakin dalam.

(Baca: Utang Indonesia, gali lobang tutup lobang)

Next Page, Komisi XI DPR: Rupiah Melemah Akibat Fundamental Ekonomi Rapuh

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka